PSI Bali Kecam Penolakan Pembangunan Pura di Bekasi, Harusnya Tiru Toleransi di Bali

Foto: Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H.

Balinetizen.com, Denpasar

Kasus intoleransi masih menjadi masalah serius di negara yang kita cintai ini, dan tidak seharusnya masyarakat kita terkotak-kotak hanya karena perbedaan keyakinan, berbeda suku, agama maupun ras dan antar golongan.

Bangsa Indonesia sendiri telah memiliki dasar negara yakni Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi bagian dari 4 pilar kebangsaan kita.

Sehingga tidak semestinya di negara kita yang berbhineka tunggal ika ini masih ada masyarakat yang melakukan penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah ketika semua prosedur telah terpenuhi seperti yang terjadi pada umat Hindu di Desa Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi yang akan melakukan pembangunan pura.

Demikin disampaikan Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., ditemui di Denpasar, Rabu (8/5/2019).

Ia menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan adanya berita yang viral di media sosial terkait penolakan oleh sebagian warga di Desa Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi terhadap rencana pembangunan Pura di daerah tersebut.

“Seandainya berita tersebut benar adanya maka kami PSI Bali sangat prihatin dan mengecam tindakan arogansi sebagian masyarakat tersebut yang sangat tidak menjunjung nilai-nilai toleransi terhadap kaum minoritas yang ingin membangun tempat ibadah,” ujarnya.

Adi yang juga Direktur LSP LPK Monarch Bali ini menambahkan bahwa kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan beribadat sesuai keyakinannya dijamin oleh UUD 1945 khususnya Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

“Jadi tidak ada satupun masyarakat yang bisa melarang kelompok masyarakat yang sudah memenuhi persyaratannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk membangun tempat ibadah termasuk juga membangun pura,” ujar pria yang juga advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini.

Baca Juga :
Alumni Erasmus Indonesia Ajak Generasi Muda Tingkatkan Kesadaran Perubahan Iklim

Tiru Toleransi di Bali, Dorong Pemerintah Turun Tangan

Menurut pria asli Desa Bugbug, Karangasem yang juga salah satu Founder Monarch Bali ini menambahkan bahwa daerah-daerah lain yang ada di Indonesia harus bisa meniru bagaimana toleransi dibangun dan dijalankan di Bali. Di Bali masyarakat sangat menghormati perbedaan baik karena perbedaan agama maupun suku, ras dan antar golongan.

Masyarakat Bali sudah terbiasa saling menghormati dan menjaga toleransi dengan sesama. Bahkan di Bali sendiri tepatnya di kawasan Desa Kampial, Kelurahan Benoa Nusa Dua dibangun pusat peribadatan berdampingan yang bernama Puja Mandala yakni Masjid, Gereja Katolik, Gereja Protestan, Vihara dan Pura dibangun secara berdampingan sebagai simbol toleransi dan saling menghormati antar sesama pemeluk agama.

“Jadi kalau ada di daerah tertentu yang sebagian masyarakatnya masih menolak dengan fanatisme berlebihan sampai siap jihad segala karena masyarakat Hindu disana mau membangun pura sungguh sangat disayangkan,” sesalnya.

“Seharusnya pemerintah pusat dan daerah baik eksekutif maupun legislatif ikut turun tangan memediasi dan menyelesaikan polemik tersebut sehingga tidak terjadi bentrokan antar kelompok atau etnis,” tutup Adi. (wid)

Leave a Comment

Your email address will not be published.