DPRD Bali Rancang Perda Pengawasan, Sikapi Maraknya Produk Pertanian Organik Bodong

Keterangan foto: Ketua Pansus Pertanian Organik Ir. Gusti Putu Budiarta dalam pembahasan Raperda di Gedung DPRD Bali,  Senin (15/7/2019)/MB

(Balinetizen.com) Denpasar –

Lemahnya lembaga pengawasan membuat maraknya  produk pertanian organik bodong. Hal ini membuat DPRD Bali mematangkan  Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanian Organik  agar tidak menjamurnya produk-produk pertanian organik bodong beredar di masyarakat, sehingga kedepannya pertanian organik ini ada lembaga yang mengontrol.

“Mengenai pertanian Organik ini, keterkaitan kelembagaan akan diatur bersama eksekutif. Agar menerapkan sistem ini bisa berjalan dengan baik, ” kata Ketua Pansus Pertanian Organik Ir. Gusti Putu Budiarta usai pembahasan Raperda di Gedung DPRD Bali,   Senin (15/7/2019).

Ia  mengatakan menciptakan Bali sebagai pulau organik atau memiliki hasil pertanian organik memang butuh waktu yang tidak pendek. Dalam meciptakan sistem pertanian organik ini, seluruh elemen pendukung tidak mesti bisa semua terpenuhi.

Kedepannya, dalam pengawasan beredarnya hasil pertanian organik bodong atau menggunakan logo palsu, pihaknya akan bekerjasama dengan dinas terkait dalam hal ini yaitu Dinas Tanaman Pangan, Hortikultara dan Perkebunan Provinsi Bali.

” Dalam hal ini leading sektornya adalah Dinas tabaman pangan, hrtikultura, dan perkebunan Provinsi. Terkait pengawasan dan sertifikasi agar satu pintu, agar tidak ada logo yang bersertifikat palsu yang menyangkut pertanian organik,” ungkap politisi asal Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan.

Untuk memberantas penyalahgunaan logo palsu ini pihaknya akan memperkuat regulasi, setelah rampung baru bisa dijalankan agar hasil pertanian organik ini benar-benar dihasilkan dari sistem pertanian organik bukan loga saja organik namun hasil dari pertanian ko vensional.

“Kita tuntaskan regulasi ini, setelah itu, kami harapkan agar OPD terkait biar bisa menuntaskan pesoalan ini,” tandasnya.

Baca Juga :
Fraksi Minta Pembagian Bansos Secara Adil

Sementara Kelompok Ahli Gubernur, Prof.  I Wayan Suparta menegaskan ada sejumlah kelompok tani, yang mempunyai sertifikat tentang penerapan sistem pertanian organik, dalam kondisi itu tidak semua hasilnya bersumber dari sistem pertanian organik

“Bodongnya, petani itu sudah mempunyai sertifikat, namun masih mengambil produk non organik. baru ditemukan satu petani yang berlokasi di Baturiti,” jelasnya.

Melihat fenomena ini, tentu ada keinginan petani berbuat membodongkan hasil pertanian non organik menggunakan logo organik.

Dipandang harga hasil pertanian organik lebih mahal tentu ini menjadi alasan mendasar mengapa timbul niat untuk memasukkan hasil pertanian non organik dengan menggunakan logo pertanian organik atau logo bodong.  (bud/bpn/tim)

Leave a Comment

Your email address will not be published.