Ketua Garda Tipikor Klungkung, Made Raka Adnyana
Terkuaknya bau amis pembangunan Gedung Lantai II SD 1 Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, menguatkan kecurigaan Garda Tipikor (Gerakan Terdepan Tindak Pidana Korupsi), perihal pembangunannya tahun 2017 lalu. Sebab, ketika itu ada laporan masyarakat setempat, bahwa tidak ada masyarakat lokal yang dilibatkan dalam pembangunannya, meski dikerjakan secara swakelola. Apalagi, setelah membaca di media massa, ternyata proyek tersebut justru diduga “digarap” oknum anggota dewan.
Ditemui dikediamanya Ketua Garda Tipikor Klungkung, Made Raka Adnyana, Kamis (25/7) kemarin, menyorot persoalan itu sebagai permasalahan serius yang harus segera dituntaskan aparat penegak hukum Kejati Bali.
Setelah kian mencermati persoalan ini, fakta-fakta yang terkuak saat penggalian keterangan oleh Kejati Bali, sebagaimana terungkap di media, cukup mengagetkan masyarakat. Sebab, permasalahan ini tidak hanya diduga melibatkan panitia pembangunan dari pihak sekolah, tokoh masyarakat setempat, sejumlah pejabat Disdikpora dan oknum pengurus parpol. Tetapi, juga diduga melibatkan oknum anggota DPRD Klungkung. Sebab, seorang anggota dewan, dilarang bermain proyek fisik, karena rentan terjadi kongkalikong, karena memanfaatkan jabatan.
“Setahu saya, tidak boleh anggota dewan merangkap jadi kontraktor,” sorot Raka Adnyana, menanggapi adanya dugaan keterlibatan oknum anggota dewan Klungkung, Ketut Sukma Sucita, dalam proses pengerjaan gedung tersebut, ujarnya.
Dia mengingatkan, bahwa pekerjaan lain apapun yang juga dilakukan oleh anggota DPR/DPRD, tidak boleh ada hubungannya dengan wewenang dan tugasnya sebagai anggota DPR/DPRD. Ini sebagai salah satu larangan dari sebelas larangan yang tertuang langsung di dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Disana, sudah jelas diatur, dilarang merangkap pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPR/DPRD serta hak sebagai anggota DPR/DPRD. Tidak dibolehkan mengerjakan suatu proyek pemerintah lagi,” tegasnya.
Selain larangan di atas, seorang anggota dewan juga dilarang menjadi pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, PNS, anggota TNI, pegawai BUMN, BUMD, dan badan lainnya yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD, akuntan publik, konsultan, pengacara dan notaris, imbuh Raka.
Hal serupa juga diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada Pasal 134 (larangan untuk DPRD Provinsi) Pasal 188 (larangan untuk DPRD Kabupaten).
Demikian pula kalau dilihat dari kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pendidikan Klungkung. Disana tak ada mengatur, untuk mengerjakan proyek fisik layaknya kontraktor yang memiliki PT atau CV. Menurutnya, walaupun menjadi Dewan Pendidikan juga, semestinya tidak turun tangan menangani proyek fisik.
“Menganalisa dari pengakuannya atas konfirmasi media massa, bahwa dia menerima termin pertama itu, berarti menurut kami sesungguhnya motivasinya bukan melanjutkan proyek terbengkalai. Tetapi, patut diduga bahwa dari awal memang dia yang mengerjakan dari awal. Dan, Jata yang dipakai dalih karena dianggap meninggalkan proyek di tengah jalan, hanyalah korban,” sorot Raka Adnyana, di tengah tren saat ini bahwa anggota dewan mulai gemar main proyek untuk memperoleh keuntungan pribadi. SUS-MB