Istri Terdakwa Sudikerta Bersaksi Kasus Penipuan Penjualan Tanah Kapling

Istri Terdakwa Sudikerta Bersaksi Kasus Penipuan Penjualan Tanah Kapling

Balinetizen.com, Denpasar

Gunawan Priambodo, terpidana dua tahun empat bulan kasus penipuan kembali diadili di PN Denpasar, Selasa (1/10). Kasus yang menjerat Priambodo kali ini sama seperti sebelumnya yakni ihadapi kali ini juga hampir sama dengan kasus yang dulu, yakni penipuan dan penggelapan. Jika sebelumnya korbannya Mahendra Anton Inggriyono, kali ini Kurnia Soetantyo.
Sidang yang dipimpin hakim ketua Dewa Budi Watsara itu langsung diteruskan pemeriksaan saksi. Salah seorang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Oka Surya Atmaja cukup menarik perhatian.

Dia adalah Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, istri eks Wagub Bali I Ketut Sudikerta yang kini mendekam di Lapas Kerobokan kasus penipuan, penggelapan dan pencucian uang.

Selama pemeriksaan saksi sempat terjadi insiden kecil. Seorang oknum tak diketahui identitasnya melarang wartawan ambil foto. Oknum tersebut mengambil ponsel wartawan sambil meminta menghapus foto.

“Mana fotonya hapus-hapus. Saya mau lihat,” sebut orang tersebut tanpa menyebut nama dan merampas HP beberapa wartawan.

Salah seorang wartawan media online sempat melawan dan mengatakan tidak ada hak untuk menghalangi tugas wartawan mencari berita. “Kamu siapa, kenapa paksa saya hapus. Kenapa tidak boleh photo, kamu apanya kasus ini!,” timpal seorang wartawan online ini, namun oknum ini hanya diam saja tidak menjawab setelah dibeberkan undang-undang Pers.

Untuk diketahui terdakwa yang menjabat Direktur PT. Bangsing Permai Properti (BPP) mengatakan pada korban tanah seluas 16,64 meter persegi itu milik PT.BPP.

Kata terdakwa harga tanah kapling per are nya 400 juta dengan luas keseluruhan mencapai 1462 meter persegi. Selain itu terdakwa juga menjelaskan, jika korban berencana membeli, pembayaranya bisa diangsur beberapa kali. Atas cerita itu korban pun akhirnya menghubungi saksi Anto dan mengatakan tertarik untuk membeli tanah kavling pada blok 7 seluas 1462 meter persegi.

Baca Juga :
Menkominfo ajak media massa tangkas hadapi perubahan era digital

Korban pun akhirnya mentransfer uang ke rekening PT. ASP atau kepada saksi Anton sebesar 100 juta sebagai tanda jadi. Selanjutnya terdakwa meminta saksi I Ketut Arimbawa membawakan sertifikat SHM Nomor : 2451 seluas 16.640 meter persegi atas nama Arifin Susilo Adiasa dan blok tanah ke kantor Notaris Ketur Neli Asih.

Singkat cerita terjadilah pertemuan antara korban dan beberapa saksi di kantor Notaris Neli Asih. Dalam pertemuan itu, saksi korban sempat menanyakan soal pemilik tanah tersebut yang dijawab oleh terdakwa bawah tanah itu sudah dibeli oleh terdakwa dan sedang dalam proses balik nama pemecahan setifikat.

Korban juga menanyakan status kepemilikan tanah tersebut kapda Notaris Neli Asih. Kata notaria Neli Asih tanah itu masih atas nama Arifin Susilo Adiasa dan terdakwa tidak memiliki akta kuasa menjual, surat kuasa menjual ataupun alas hal lain.

Notaris Neli Asih malah menjelaskan bahwa tanah yang dijual tersebut sertifikatnya sudah beres dan sedang dalam proses balik nama oleh PT.BPP dan bisa diperjual belikan.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Notaris, korban makin yakin untuk membeli tanah kavling tersebut. Tidak sampai disitu, terdakwa pun kembali menawarkan kepada korban tanah yang masih satu blok seluas 130 meter persegi dengan harga 250 juta per are.

Karena harga yang ditawarkan murah, korban terguir membeli dengan maksud digabungkan dengan yang sebelumnya, sehingga luas tanah yang akan dibeli korban menjadi 1592 meter persegi. Sebagai tanda jadi, terdakwa meminta saksi korban intuk membubuhkan tanda tangan pada peta kavling /blok plan.

Saksi korban akhirnya sepakat membeli tanah itu dengan cara mencicil sebanyak 8 kali hingga mencapai angka Rp. 2.476.500.000. Selanjutkan Notaris Neli melakukan pengecekan ke BPN Bandung.

Baca Juga :
Glenn Pratama Garap Versi Terbaru Lagu Poetri Karya Chossypratama

Dari pihak BPN Notari Neli mendapat penjelasan bahwa, ada aturan baru yang menyatakan bahwa fungsi tanah atau lahan Bangsing Pecatu tersebut sudah berubah menjadi kawasan perlindungan setempat atau sudah ditetapkan sebagai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan.

Celakanya lagi, pada 18 Oktober 2012, Arifin Susilo Adiasa selaku pemilik tanah seluas 16.640 meter persegi SHM Nomor : 2451 /Desa Pecatu mendatangi Notaris Neli untuk mengambil sertifikat yang masih atas namanya itu.

Tanpa memberikan penjelasan apapun, Notaris Neli memberikan SHM Nomor : 2451 /Desa Pecatu kepada Arifin Susilo Adiasa. Pada bulan Januari 2013 korban datang dari Jakarta dan langsung mengecek ke lokasi tanah yang sudah dibelinya itu.

Sampai dilokasi, korban terkejut karena sejumlah alat berat yang digunakan untuk membangun sudah tidak ada lagi. Korban sempat menanyakan kepada terdakwa yang dijawab pengerjaan proyek akan dilanjutkan kembali.

Tapi karena pengerjaan proyek tidak berjalan seperti janji terdakwa, korban kembali menghubungi terdakwa dan mendapat jawaban proyek akan segara dikerjakan sambil menyakinkan apabila tidak dikerjakan, uang korban akan dikembalikan.

Tak puas dengan jawaban terdakwa, korban mendatangi Notaris Neli Asih mempertanyakan kelanjutan transaksi yang telah dibuat dengan terdakwa. Notaris Neli Asih menjawab bahwa SHM Nomor : 2451 /Desa Pecatu telah diambil oleh Arifin Susilo Adiasa.

Atas jawaban itu, korban pun marasa tertipu dan malaporkan kasus ini ke polisi. Akibat perbuatan terdakwa korban mengalami kerugian sebesar Rp. 2.476.500.000.

Dalam kasus ini terdakwa dijerat dengan tiga Pasal yaitu Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP dan Pasal 154 UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. (NT-BN)

Leave a Comment

Your email address will not be published.