Kantor Kemenhan Bali Deteksi Sel-Sel Radikalisme, Astawa: Ini Bertentangan Dengan Konstitusi Negara

 

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Provinsi Bali, Kolonel Inf. Ketut Budi Astawa

Balinetizen.com, Jembrana

Radikalisme merupakan ancaman nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga harus diantisipasi sejak dini. Karena radikalisme bisa merongrong segala lini kehidupan bermasyarakat hingga ke daerah-daerah.

Hal ini dikatakan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Provinsi Bali, Kolonel Inf. Ketut Budi Astawa ditemui di Gedung Kesenian DR IR. Soekarno, Jembrana, Jumat (18/10). Bahkan Kemenhan Wilayah Bali telah mendeteksi adanya sel-sel radikalisme di Bali.

Menurutnya radikalisme merupakan suatu faham, ajaran, upaya atau tindakan yang bertentangan dengan konstitusi negara. Trend ini belakangan menggunakan topeng agama dan mengatasnamakan tuhan untuk memenuhi kepentingan pribadi maupun suatu kelompok. Dicontohkannya, menganggap agamannya paling tinggi dibandingkan agama lain hingga memicu konflik.

Di Bali lanjutnya, sel-sel radikalisme sudah ada, namun jaringan ini belum muncul secara sporadis. Ia mencontohkan adanya kelompok yang tidak mau berinteraksi dengan kelompok lain dan menjelekan agama lain.

Astawa menegaskan tidak ada agama radikal. “Yang radikal manusianya. Cita-cita agama dan keluhuran agama sangat jelas. Yang tidak jelas cita-cita pribadi, kelompok atau golongan” ujarnya.

Dikatakanya, di daerah radikalisme sangat berbahaya karena akan menumbuhkan permusuhan antara satu kelompok dengan kelompok lain ditengah kehidupan masyarakat yang prural dan multikultural. Karena paham ini akan menciptakan rasa ketakutan dan permusuhan atau minimal satu kelompok dengan kelompok lainnya ada benih-benih konflik.

“Kondisi ini tidak boleh terjadi di Indonesia yang merupakan negara hukum dan prural yang memiliki banyak suku, ras, agama dan budaya” tandasnya.

Pola radikalisme dan komunis menurutnya sama dan identik karena bisa menyusup kesemua lini dan merorong dari dalam, termasuk dalam agama, politik maupun pemerintahan. Hanya saja radikalisme gerakannya terang-terangan untuk merubah ideologi negara dengan ideologi yang dibawanya. Sedangkan komunis tidak dan komunisme di Indonesia sudah ditumpas tahun 1965 sehingga mengambil bentuk lain dan senyap

Baca Juga :
Petugas berpakaian pengaman kesehatan sambut WNI dari Wuhan

“Ideologi komunis akan berhenti bergerak setelah berhasil mengkomuniskan suatu negara. Kalau radikalisme berupaya melakukan perubahan cepat dengan topeng agama” ujar Astawa.

Dalam mengantisipasi kata Astawa, berbagai upaya telah dilakukan diantaranya memberikan pemahaman keberbagai lini masyarakat dan pemerintah tentang wawasan nusantara, cinta tanah air dan bela negara.

“Ini untuk menguatkan semangat nasionalisme, cinta Pancasila, NKRI, menaati konstitusi UUD 1945 dan berbhineka” ungkapnya.

Pihaknya juga melakukan upaya pencegahan radikalisme sejak dini dengan masuk ke sekolah-sekolah mulai SD, SMP hingga SMA bahkan perguruan tinggi. (Komang Tole)

Leave a Comment

Your email address will not be published.