YAICI – PP Aisyiyah Edukasi Ibu untuk Bijak Menyikapi Iklan Pangan Menyesatkan

Balinetizen.com, Jambi
Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) pada 2018 menemukan 4 kasus gizi buruk pada anak rentang usia 0 – 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi di Batam, Kendari dan Sulawesi Selatan. Satu orang diantaranya meninggal pada usia 10 bulan. Diketahui, orang tua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak, harga yang ekonomis dan kemasan iklan yang menampilkan susu kental manis sebagai minuman susu.
Menindaklanjuti temuan tersebut, berbagai upaya dilakukan YAICI dalam rangka pencegahan kesalahan merubah persepsi salah di masyarakat tentang susu kental manis. Diantara yang telah dilakukan adalah bermitra dengan banyak pihak, salah satunya adalah PP Aisyiyah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
Di Jambi, Edukasi Gizi bagi Ibu untuk menyikapi Iklan Pangan Menyesatkan dalam Upaya Melindungi & Mewujudkan Generasi Sehat menghadirkan narasumber dari Kepala Balai Besar POM provinsi Jambi, Drs. Antoni Asdi. M.Pharm, M.Kes Kasie Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat  Dinkes Provinsi Jambi H. Helfiyan Amnun SST,  Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, SE. MM, dan Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra. Chairunissa M.Kes.
Di Provinsi Jambi, gizi buruk masih menjadi ancaman mengingat masih banyaknya warga masyarakat yang berpenghasilan rendah dan belum melakukan pola asuh anak yang baik. Berdasarkan keterangan Data dari Dinas Kesehatan provinsi Jambi, hingga November 2019 ditemukan 71 kasus gizi buruk dan dua kasus meninggal. Sebagian besar kasus gizi buruk di daerah itu dialami anak usia bayi lima tahun (balita) dari keluarga kurang mampu. Sementara untuk wilayah dengan temuan gizi buruk tinggi adalah  Kabupaten Muarojambi, sebanyak 21 kasus dan Tebo sebanyak 19 kasus. Diantara faktor penyebabnya adalah kekurangan asupan makanan bergizi dan perawatan yang kurang baik.
Kepala Balai Besar POM provinsi Jambi, Drs. Antoni Asdi. M.Pharm mengatakan langkah penting mengatasi persoalan susu kental manis adalah mengedukasi masyarakat mengenai 1000 HPK. 1000 HPK bayi harus mendapat ASI, jika ASI tidak keluar maka berikan susu formula sesuai standar, jelas Antoni. Lebih lanjut, ia berharap orang tua tidak lagi memberikan susu kental manis kepada anak dan balita.
Tak hanya edukasi masyarakat, mengedukasi produsen agar ikut serta membangun generasi bangsa yang sehat juga diperlukan. Salah satu yang telah dilakukan BPOM adalah pengawasan terhadap iklan-iklan produk pangan termasuk susu kental manis. BPOM sudah mengawasi iklan di TV, yang sulit adalah bagaimana kita mengawasi iklan online, imbuh Antoni.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, YAICI telah melakukan survey di sejumlah kota di Indonesia dengan temuan bahwa sebagian besar persepsi masyarakat dan keputusan-keputusan orang tua memberi asupan gizi untuk anak akibat iklan produk pangan di televisi. Televisi adalah media konsumsi yang sudah jamak di masyarakat kita, maka tidak heran apa yang disajikan melalui televisi lebih mudah masuk ke masyarakat, termasuk iklan. Meskipun durasinya pendek, namun iklan selalu ditayangkan berulang-ulang sehingga apapun pesan iklan akan dianggap benar oleh masyarakat, tanpa mengecek lebih lanjut akan kebenarannya, jelas Arif Hidayat.
Pada periode September  November 2019, YAICI bersama Majelis Kesehatan PP Aisyiyah telah melakukan survey konsumsi Susu Kental Manis/Krimer Kental di Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara Manado. Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak. Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping, dan 73% responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi. Betapa televisi menjadi konsumsi harian masyarakat yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang yang akhirnya akan mempengaruhi  persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan. Salah satu contohnya adalah susu kental manis, selama ini diiklankan sebagai susu, maka hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang, jelas Arif Hidayat. Hasil penelitian 3 provinsi, Status gizi buruk 14.5 %  yang mengkunsmsi SKM lebih dari 1 kal/shari, gizi kurang 29,1 % mengkumnsi SKM lebih dari 1 kali/hari.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan pengaturan tentang iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 yang tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018.  Pada dasarnya, pasal-pasal dalam surat edaran tersebut telah mengaur dengan jelas tentang iklan susu kental manis agar tidak lagi mengakibatkan kesalahan persepsi pada masyarakat. Kami concern pada  point no 3 yang berbunyi dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/ atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman, point ini cukup jelas dan tegas menyebutkan bahwa susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman, jelas Arif.
Sayangnya, saat BPOM mengukuhkan ke dalam PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, pada pasal 67 point w menyebutkan larangan mencantumkan pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi,.
Kami menyayangkan sikap BPOM yang tidak konsisten pada kedua peraturan di atas. Pada surat edaran jelas disebutkan bahwa tidak boleh menggunakan visualisasi dengan cara diseduh. Sementara pada PerBPOM, larangan tersebut dihilangkan. Oleh karena itu kami mempertanyakan sikap BPOM, jelas Arif Hidayat.
Dalam kesempatan yang sama, Chairunnisa selaku Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah menyampaikan sejalan  dengan misi Aisyiyah di bidang kesehatan adalah Meningkatnya  derajat  kesehatan  masyarakat yang berkeadilan, bagi perempuan,  bayi  dan  anak  yang berbasis  pelayanan  kesehatan  dan  komunitas berdasar spirit al-Mā’ūn. Untuk mencapai misi tersebut dilaksanakan melalui  program Gerakan ‘Aisyiyah sehat (GRASS) dengan tujuan, meningkatkan pemahaman, kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu dan kelompok masyarakat untuk hidup sehat dalam bingkai nilai-nilai islam untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, salah satunya programnya adalah pencegahan stunting dan kesehatan ibu dan anak. Kesehatan keluarga harus dimulai  dari ibu yang bijak memilih makanan.
Ibu juga harus teredukasi tentang gizi agar tidak salah memberi asupan gizi, seperti susu kental manis yang seharusnya adalah topping makanan, jangan sampai diberikan sebagai minuman untuk anak-anak. Untuk itu Aisyiyah menghimbau agar ibu sebagai pendidik utama di keluarga harus sehat dan juga cerdas. Ibu harus mampu memilah dan memilih dengan baik produk pangan yang banyak diiklankan di media massa.  Tugas kita adalah mewujudkan anak-anak Indonesia yang sehat, kuat dan cerdas sehingga bonus demografi dimasa mendatang tidak menjadi beban bagi bangsa kita.
Editor : Whraspati Radha
Baca Juga :
Denpasar Raih Penghargaan Tiga Besar MCP Terbaik Kategori Pemerintah Kota Dari KPK RI

Leave a Comment

Your email address will not be published.