Tekanan Keras Ekonomi, Akibat Pandemi

I Gde Sudibya, ekonom, pengamat: sosial, ekonomi dan kecendrungan masa depan ( trend watcher ).

Balinetizen.com, Denpasar-

 

” Sejak Desember 2019 hingga Senin (25/5/2020), Covid-19 telah menjangkiti 5,5 juta orang di 215 negara dan menyebabkan 347.249 orang meninggal. Cepatnya penyebaran, banyaknya korban, ketidakpastian kapan wabah ini berakhir, hingga dampak ikutan yang ditimbulkannya membuat warga dunia cemas dan stres.” ( Kompas, 26/5).

Dalam sejarah ekonomi dunia, ekonomi dunia yang sedang bertumbuh didorong oleh globalisasi ekonomi dan kemudian globalisasi kehidupan, kemudian segera berhenti sebagai  akibat dari pembatasan orang dan sumber daya, yang dibawakan oleh pandemi Covid-19,  berakibat tekanan besar pada ekonomi dan juga cultural shock bagi masyarakat global, merupakan hal baru dan tidak pernah diprediksikan sebelumnya. Sehingga menjadi wajar, dari perspektif kesejarahan, banyak negara bangsa dan masyarakat menjadi gugup dan gagap dalam memberilan respons terhadap pandemi ini.

Tekanan Keras Ekonomi

Pembatasan massif orang dan sumber daya selama masa pandemi, menurut perkiraan CNN, jumlahnya 90 % dari total penduduk dunia 7.2 milyar orang untuk #belajar, bekerja dan beribadah di rumah, yang dari sisi ekonomi berdampak terhadap aktivitas produksi global, yang berpengaruh terhadap sisi pasokan/supply barang dan jasa global.

Pada sisinya yang lain, kemacetan aktivitas produksi ini, berpengaruh terhadap penciptaan pendapatan masyarakat, sehingga berdampak sangat serius dari sisi permintaan barang dan jasa di tingkat global, nasional dan juga lokal.

Mari kita simak data-data berikut: pertumbuhan ekonomi negatif selamat triwulan pertama tahun 2020 terjadi di banyak negara: AS: 4,8 %, Perancis: 5,8%, Spanyol: 5,2%, Italia: 4,8%, Jerman dan Inggris: 2,2 %, Swedia:0,3%, Belanda: 0,5 % , Jepang: 1,8 %, Tiongkok: 6,8 %  ( Kompas, 26/5 )

Sedangkan kinerja ekonomi Indonesia di triwulan pertama 2020: sektor transportasi dan pergudangan turun dari 5,45 % di triwulan ke 4 tahun 2019 menjadi: 1,27 % di triwulan 1 tahun 2020. Sektor perdagangan melemah: 1,97 %, dibandingkan triwulan sebelumnya: 5,21 %. Dan sektor hotel dan restoran melemah: 1,97 % dari: 5,87 %  di triwulan sebelumnya. Kompas (26/5)

Baca Juga :
Отзывы О Капитал Проф Capital Prof Fxclub Org

Akibat pandemi ini, angka pengangguran meningkat drastis di AS, mendekati angka 20 %, sedangkan angka pengangguran di AS pada masa depresi besar tahun 1930′ an mencapai 25 %. Pandemi Covid-19 ini berdampak luar biasa terhadap perekonomian Tiongkok yakni tumbuh minus: 6,8 % di triwulan 1 tahun 2020, dengan tambahan jumlah penganggur: 70 juta orang. Negeri yang punya kinerja ekonomi luar biasa di masa lalu ( pernah tumbuh: 9,5 % per tahun selama kurang lebih 2 dasa warsa ), tetapi tahun 2020 ini tidak menetapkan target pertumbuhannya karena alasan: pandemi dan ketidakpastian ekonomi global.

Walaupun tidak menetapkan target pertumbuhan ekonominya, Tiongkok merencanakan  menambah hutang baru sebesar 665 milyar dollar AS, setara dengan 4 tahun APBN Indonesia. Padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung kepada pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari sisi ekspor dan juga pasokan bahan baku, permesinan untuk industri dalam negeri.

Dari data dan uraian di atas, terjadi tekanan berat kalau tidak mau dikatakan tekanan ekonomi luar biasa, yang sedang dihadapi negeri ini, pasca pandemi.

Tantangan Ekonomi Bali

Ekonomi Bali yang nyaris tergantung penuh pada industri pariwisata dari sisi pertumbuhan ekonomi, penciptaan  kesempatan kerja dan pendapatan, serta sektor: perdagangan, hotel dan restoran menjadi pengungkit dari sektor-sektor lainnya: pertanian, perbankan, konstruksi dan jasa-jasa lainnya.

Tekanan berat terhadap industri pariwisata ( industri ini mengalami tekanan terberat akibat pandemi ), berdampak sangat serius terhadap perekonomian Bali. Paling tidak,  ada 2 ketidakpastian yang dihadapi. Pertama, ketidakpastian rentang waktu berapa lama pandemi akan berlangsung, yang akan sangat menentukan: timing pemulihan ekonomi, rintisan dan efektivitasnya.

Kedua, ketidakpastian ekonomi, yang paling tidak,  bersumber dari 2 hal yakni (a) Kepastian dan atau ketidakpastian tamu akan datang, yang berasal dari: ketidakpastian ekonomi  yang sedang berlangsung  di sejumlah negara yang selama ini menjadi pemasok wisatawan.

Baca Juga :
Penerbangan Lion Air dari Denpasar Tujuan Wuhan sudah Sesuai SOP

(b). Efektivitas Perpu No.1 tentang penyediaan dana talangan  bagi masyarakat pengusaha yang mengalami kesulitan likuiditas, dan mengalami risiko penutupan usaha. Sehingga bisa beroperasi kembali pasca ” new normal “.

Besarnya permasalahan yang dihadapi ekonomi Bali, kaitannya dengan upaya penanggulang pandemi, dan sejumlah faktor yang tidak bisa dikendalikan ( unconrollable factors ): kebijakan pemeritah pusat tentang: penerbangan, pengetatan, relaksasi PSBB, agenda memasuki ” new normal “, mewajibkan para elite pengambil kebijakan di Bali duduk bersama-sama dengan kalangan pengusaha bertukar pikiran, brain storming, kesediaan dana, untuk merumuskan: visi, strategi: pilihan solusi terhadap akumulasi permasalahan di atas, dan menyiapkan diri memasuki era baru yang tidak seluruhnya kita pahami.

Sebagaimana dikatakan oleh sejarahwan ternama: Yuval Noah Harari penulis buku inspiratif tentang perjalanan sejarah manusia, Sapiens: Badai pasti berlalu, manusia tetap bertahan, tetapi dunia yang akan kita tempati pasca pandemi, sangat berbeda dengan dunia sebelumnya.

 

Editor : SUT

Leave a Comment

Your email address will not be published.