Bali-India dalam Kolaborasi Pariwisata Spiritual

I Gede Sutarya

Novel Eat Pray and Love memperkenalkan Bali sebagai tempat untuk menemukan tujuan hidup, yaitu love (cinta). Setelah publishnya novel ini tahun 2006, Bali dicari sebagai tujuan pariwisata spiritual, sehingga studio-studio yoga pun bermunculan sejak tahun itu di Bali, terutama Ubud. Tetapi kecenderungan ini, telah ada sebelum tahun 2006.

Pada tahun 2004, misalnya Agus Indra Udayana, Arma dan kelompok lainnya telah membuat sebuah konferensi tentang global healing di Ubud dengan mengedepankan spiritual sebagai holistic healing. Promosi yang baik ini melalui konferensi, novel dan film Eat Pray and Love tahun 2010, Bali kemudian terkenal menjadi tujuan pariwisata spiritual.
Guru-guru India seperti Sri Ravi Sankar, Shri Chinmoy, dan yang lainnya berdatangan ke Bali bersama murid-muridnya, sehingga mendatangkan wisman sekitar 1000 orang per sekali kegiatan. Murid-murid guru-guru India ini kemudian juga membuat jaringan hotel dan villa di Bali untuk tempat berlatih yoga bagi jaringan mereka apabila datang ke Bali, sehingga muncul hotel dan villa “jaringan yoga” dunia yang menyediakan kebutuhan jaringan tersebut di Bali. Jaringan-jaringan ini mendatangkan wisman yang cukup besar di Bali, karena jaringan-jaringan tersebut memiliki banyak murid di Eropa, Amerika, Australia, Jepang dan negara-negara lainnya.
Bali menjadi tujuan pariwisata spiritual ini, karena Bali memiliki fasilitas pariwisata yang lebih baik dibandingkan India. Rsikesh, India misalnya adalah tempat yoga yang original, tetapi fasilitas pariwisatanya tidak sebaik Bali. Karena itu, wisman banyak memilih Bali sebab Bali juga adalah pulau yang berpenduduk Hindu, dengan kebudayaan Hindu. Bahkan guru-guru India banyak mempromosikan Bali sebagai tempat seperti India kuno, di mana penduduk Bali masih melakukan ritual kuno, menggunakan dhoti yang disebut sarung, dan masih kuat dengan tradisi Hindunya. Promosi ini menguatkan keinginan wisman untuk mencari originalitas spiritual yoga di Bali.
Promosi ini mendorong guru-guru lokal di Bali untuk menemukan yoga-yoga kuno di Bali. Guru Made Sumantra misalnya menggali ajaran yoga Rsi Markendya, pendeta India kuno yang diceritakan datang dan meninggal di Bali. Kentut Arsana menggali jejak-jejak tantra dalam tradisi Bali. Ida Pandita Ratu Bagus menggali teknik pernapasan kuno Hanoman, yang jejaknya masih tampak di Bali. Penggalian-penggalian ini semakin menjelaskan Bali sebagai the ancient India, atau peradaban kuno India yang masih berlangsung sampai saat ini. Hal ini menjadi kerinduan dari pengikut-pengikut spiritual Barat yang mendapatkan pelajaran dari guru-guru India.
Guru-guru India telah mengajarkan yoga dan spiritual India ke negara-negara Eropa, Amerika dan yang lainnya sejak tahun 1960-an. Seorang guru yoga India, Shri Krishnamacharya dari Mysore, India terkenal sebagai guru yoga modern. Guru-guru yoga modern dari Eropa dan Amerika banyak berguru kepada guru yoga asal Mysore ini, sehingga dalam pergaulan yoga dunia, Yoga Mysore sangat terkenal, dan sangat diminati wisman. Murid-murid Shri Krishnamacharya terus memperkenalkan yoga di berbagai tempat di belahan dunia ini, dengan membangun variasi-variasi yoga seperti Iyanger, Vinyasa, Yoga Mysore, dan yang lainnya.
Semua jenis yoga tersebut ada dalam yoga sekuler di destinasi pariwisata Bali, seperti Ubud, Kuta, Sanur dan tempat-tempat lainnya. Karena itu, jaringan guru-guru India memberikan kontribusi yang luar biasa dalam membangun pariwisata Bali. Kontribusi ini telah memberikan arah baru dalam pariwisata Bali. Pariwisata Bali sebelum tahun 2000, adalah pariwisata budaya di mana budaya hanyalah tontonan. Wisman hanya diajak menonton tarian, menikmati pemandangan alam, dan makan-tidur di resort hotel. Pariwisata budaya model ini, tidak memberikan pendidikan yang mendalam kepada wisman.

Baca Juga :
Dandim 1619 Tabanan Pimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2020 di Kabupaten Tabanan


Pariwisata spiritual, kemudian menjadi model baru pariwisata budaya Bali, di mana wisman diajak untuk belajar bagaimana hidup yang baik sesuai dengan sastra-sastra klasik dunia timur. Pariwisata model ini adalah pariwisata budaya yang sesungguhnya, sebab pariwisata budaya berasal dari ide untuk belajar kepada peradaban kuno yang dilakukan elite Inggris pada abad ke-17.
Pariwisata budaya model spiritual ini menggiring pariwisata Bali menuju pariwisata berkelanjutan, karena pro dengan masyarakat lokal, lingkungan, dan ekonomi lokal. Pariwisata spiritual memerlukan guru-guru lokal. Bahan makanan yang diperlukan adalah produksi pertanian lokal. Pariwisata spiritual ini juga memerlukan lingkungan alam yang baik. Peran masyarakat lokal sebagai pemberi makna dalam pariwisata spiritual menghidupkan aura-aura tempat-tempat spiritual di Bali. Masyarakat lokal sebagai pemberi makna spiritual tidak ada dalam tempat-tempat yoga yang dibuat di Kanada, Australia dan negara-negara lainnya. Karena itu, Bali memiliki daya saing, yang disebut “magic” oleh wisman spiritual di Bali.
Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata spiritual menjadi masa depan pariwisata Bali. Dalam diskusi pariwisata di Ubud baru-baru ini, terlontas ide untuk menjadikan Ubud sebagai destinasi healing di Bali. Ide-ide seperti ini sudah mendekatkan rebranding pariwisata Bali menjadi pariwisata spiritual. Dalam pariwisata spiritual ini, jaringan guru-guru India sangat diperlukan, sebab sampai saat ini hanya sedikit guru-guru lokal Bali yang bisa mendunia, sedangkan guru-guru India memiliki banyak jaringan di dunia internasional. Guru-guru India tersebut juga sangat bangga dengan Bali sebagai pewaris peradaban India kuno, karena itu mereka berpotensi menjadi agen promosi pariwisata Bali.
Guru-guru India ini juga kreatif membangun produk-produk spiritual seperti yoga retreat, tantra retreat dan sejenisnya. Program-program retreat ini memerlukan tempat yang representatif dengan standar internasional. Fasilitas pariwisata di Bali memiliki standar tersebut. Bahkan, fasilitas pariwisata yang dekat dengan komunitas lokal juga bisa memenuhi standar-standar tersebut. OmUnityBali misalnya adalah villa yang berbasis komunitas masyarakat Desa Sudaji yang sudah terbiasa menangani retreat bersandar internasional, dengan peserta 80 orang. OmUnityBali ini menempatkan wisman tersebut pada rumah-rumah penduduk lokal yang telah distandarisasi sesuai kebutuhan wisman.
Karena itu, kolaborasi antara Bali dan India sangat diperlukan untuk membangun pariwisata spiritual di Bali. Jembatan kedua negara juga sedang dibangun melalui Bali Yatra, yaitu perjalanan orang-orang India ke Bali pada zaman kuno. Salah satu dari kelompok yang melakukan perjalanan itu adalah kelompok Rsi Markendya yang meletakkan batu pertama pembangunan Pura Besakih pada sekitar abad ke-7. Jembatan ini bisa dibangun sebagai jembatan pariwisata Bali-Orrisa di kemudian hari.
Bali dan Babhuwaneswar misalnya adalah contoh dua tempat yang memiliki karakter yang sama. Bali terkenal sebagai pulau seribu pura, maka Babhuwaneswar terkenal sebagai kota dengan seribu kuil kuno. Kuil-kuil Hindu kuno berada di sekitar kota tersebut. Puri adalah suatu kota yang berada di dekat kota itu yang memiliki kuil kuno Jaganath Puri yang sangat terkenal di seluruh dunia. Konarkh, adalah tempat di pinggir pantai yang memiliki kuil kuno yang terkenal sebagai kuil tempat pemujaan Dewa Surya, yang menjadi dewa yang dipuja pertama dalam setiap pemujaan di Bali.
Hubungan Bali dan Orrisa ini akan menjadi jembatan kebudayaan untuk mengembangkan pariwisata budaya model baru yaitu pariwisata spiritual, di mana wisman dapat mempelajari warisan leluhur umat Hindu di kedua tempat ini. Jika di kemudian hari, jembatan ini dibangun dengan serius maka akan sangat menguntungkan kedua negara, bahkan saling melengkapi dalam pembangunan pariwisata budaya.

Baca Juga :
Ridwan Kamil memantau langsung upaya pencarian anak sulungnya

Penulis adalah peneliti pariwisata spiritual di Bali, dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.

Leave a Comment

Your email address will not be published.