Pilkada di Masa Pandemi : Masyarakat Diajak Mengikuti dan Mengawasi Proses Demokrasi

Oleh : I Gde Sudibya
Proses persiapan Pilkada Serentak 9 Desember 2020, tinggal menghitung hari. Pendaftaran calon ke KPUD akan dimulai dari tanggal 4 s.d 6 September 2020. Banyak pihak, pada proses awalnya menentang Pilkada serentak 9/12/2020, dengan sejumlah alasan: risiko penularan Covid-19 tinggi, biaya penyelenggaraan akan membengkak, diragukan tingkat fairness/kejujuran dalam penyelenggaraannya, akibat pandemi petahana diperkirakan akan diuntungkan dalam kondisi krisis yang sedang berlangsung.
Karena sejumlah alasan yang tidak seluruhnya dapat diterima dari nalar sehat politik, apalagi dari politik berkeadaban, political vertue, keutamaan berpolitik yang diteladankan oleh the founding fathers, pilkada serentak akan tetap berlangsung sesuai jadwal yang sudah disepakati dan disusun oleh KPU.
Penolakan pelaksanaan Pilkada dari akademisi, kalangan masyarakat sipil, golongan intelektual dan komunitas media akhirnya kandas.
Timbul persepsi pada sebagian publik, libido kekuasaan dari sebagian elite politik begitu tingginya, sehingga tidak bisa lagi menahan nafsu berkuasa, 6 – 12 bulan,  menunggu risiko pandemi mulai surut.
Seakan-akan membenarkan ucapan yang sangat terkenal sejarahwan Inggris ternama Lord Ancton: ” powers tend to corrupt”. Atau ucapan yang sangat terkenal dari pejuang kemerdekaan, dan  HAM Amerika, yang kemudian menjadi Presiden AS Thomas Jefferson: ” berikan seorang manusia kekuasaan, maka akan segera kelihatan karakter aslinya”.
Analisa Risiko Pilkada Serentak di Masa Pandemi
A. Risiko kesehatan dalam keseluruhan prosesnya. Dapat juga bercermin dari Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilu legislatif tahun lalu.
B. Biaya penyelenggaran yang membengkak, tambahan biaya penyelenggaraan protokol kesehatan, dengan hasil yang diperkirakan tidak optimal. Keakuratan data pemilih, dan tingkat partisipasinya.
C. Risiko ke tidak fairan antara Petahana yang kembali maju dengan calon penantangnya. Petahana dipersepsikan punya akses sumber daya lebih besar dibandingkan dengan penantangnya, justru pada saat pandemi.
Implementasi Perpu no.1 tahun 2020 tentang penanggulangan pandemi, terutama kebijakan jaring pengaman sosial, kalau penyelenggara Pemilu tidak ketat melakukan pengawasan, bisa terjadi dana ini menjadi instrument kampanye terbuka atau terselubung. Padahal kita mengetahui fairness, perlakuan sama antar kandidat merupakan  persyaratan dasar dari proses pemilu yang berkualitas.
Membangun kesadaran politik konstruktif
Kesadaran politik konstruktif ( constructive political consiousness ), sebuah kesadaran untuk mengarahkan prilaku politik dan kemudian budaya politik ke arah keutamaan politik – political virtue -. Memegang teguh etika, fairness/kejujuran, mengabdi ke kepentingan umum.
Kesadaran politik konstruktif ini menjadi begitu penting di masa pandemi, karena keputusan, kesepakatan politik yang dihasilkannya akan sangat berdampak terhadap kebijakan yang diambil untuk penanggulangan pandemi dan upaya pemulihan ekonomi.
Membangun kesadaran politik konstruktif ini sudah tentu bukan perkara mudah, dalam realitas politik pragmatis berbasis transaksi, adu kekuatan modal bukan adu gagasan. Politik yang punya kecendrungan menghalalkan segala cara, termasuk isu tergolong purba,  ras, agama dan suku, bukan penegakan etika dan moralitas politik.
Tantangan dalam pengembangan kesadaran politik konstruktif
Pertama, kembali ke kesadaran politik yang diwariskan the founding fathers yang sarat dengan makna: idealisme, pengabdian, komitment kuat untuk mencapai cita-cita bersama.
Kedua, bagi penyelenggara pemilu tegakkan aturan hukum tanpa kompromi, dan buat aturan prilaku ( the rules of conducts ), yang harus ditaati oleh semua peserta Pilkada Serentak dan timnya.
Ketiga, tumbuhkan kesadaran di masyarakat oleh berbagai kalangan: gerakan masyarakat sipil, mahasiswa dan pemuda, kalangan intelektual, kelompok-kelompok kepentingan, yang berupa pragmatisme pengambilan keputusan di kotak suara yang transaksional, sama dengan memberikan cek kosong dan bahkan “menggadaikan” masa depan kita untuk 5 tahun ke depan. Politik krumunan, harus diimbangi dengan politik dengan kecerdasan plus hati nurani.
Keempat, pandemi Covid-19 dengan seluruh dampak yang dibawakannya, semestinya dijadikan kesempatan emas untuk adu gagasan, pilihan strategi dalam penanggulangannya dan upaya pemulihan ekonomi.
Bagi petahana ditunjukkan dengan tingkat kinerja dan prestasi yang telah dicapai. Bagi lawannya, menjual ide, gagasan, tawaran strategi komprehensif jika menenangkan pertarungan.
Pertarungan tingkat kinerja di satu pihak, dengan gagasan segar pada sisinya yang lain, akan berkontribusi dalam proses edukasi politik rakyat, dan juga proses demokrasi.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebijakan publik
Baca Juga :
Kadis Kesehatan Bali Sebut Vaksin Terbaik Saat Ini Adalah Penerapan 3M

Leave a Comment

Your email address will not be published.