KKP Lakukan Transformasi Akuakultur dalam Menghadapi Tantangan dan Peluang Di Era Disruptif

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) harus melakukan transfromasi akuakultur menghadapi pandemi Covid-19 ini.

Balinetizen.com, Jakarta-

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) harus melakukan transfromasi akuakultur menghadapi pandemi Covid-19 ini. “Paradigma baru harus terus kita bangun dalam rangka menghadapi transformasi akuakultur di era disruptif ini, era dimana perubahan fundamental yang sangat cepat dalam merubah pola tatanan lama, melalui industrialisasi perikanan budidaya yang efisien, bermutu dan berkelanjutan”, jelas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto.

Strategi industrialisasi perikanan budidaya antara lain inovasi teknologi produksi untuk mendorong peningkatan produksi seperti revitalisasi tambak udang/bandeng dan model kluster sentra usaha; modernisasi dan digitalisasi dalam sistem produksi dan mendorong rantai pasok industri perikanan budidaya; pengembangan komoditas unggulan bernilai ekonomis tinggi yang berorientasi pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan ekspor dengan penerapan sistem jaminan mutu produk melalui sertifikasi, standardisasi dan traceability serta mendorong keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan dan juga integrasi hulu dan hilir serta sinergitas lintas sektor. “Kita bangun kawasan kawasan perikanan budidaya berbasis pada teknologi yang sesuai dengan asas-asas keberlanjutan, bukan hanya lingkungannya saja tetapi juga usahanya harus berlanjut, keberlanjutan sosial ekonominya juga harus berlanjut”, ujar Slamet.

Perikanan budidaya memanfaatkan teknologi 4.0 melalui automatisasi sistem produksi dan inovasi digitalisasi dalam bisnis perikanan sehingga rantai pasok semakin efisien dan keuntungan pembudidaya meningkat.

“Saya memberikan apresiasi kepada inovasi digital dalam bentuk startup bidang perikanan yang telah berjalan sebagai bentuk implementasi penerapan teknologi, dan berharap dapat terus berkembang dari segi pemanfaatan dan ditingkatkan di berbagai level di era pandemi ini”, ujar Slamet.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Prof. Widanarni saat webinar series pertama Aquafest 2020 dengan tema besar tentang transformasi akuakultur dalam menghadapi tantangan serta peluang di era disruptif mengatakan kehilangan produksi akuakultur global akibat serangan penyakit mencapai US$ 6 miliar per tahun dan juga akibat penyakit infeksi ini menyebabkan kehilangan 40% dari total produksi akuakultur global. Peran mikroba untuk akukultur berkelanjutan di era disruptif ini antara lain memanfaatkan mikroba sebagai biokontrol patogen dan stimulan sistem imunitas, memanfaatkan mikroba sebagi promotor pertumbuhan dan memanfaatkan mikroba untuk memperbaiki kualitas lingkungan budidaya.

Baca Juga :
Insiden Fly Fish di Bali 'Makan' Korban 2 WNA Jepang, Polda Bali Tegaskan Murni Kecelakaan

“Jika dikaitkan dengan situasi saat ini, dimana pandemi Covid-19 masih tinggi di Indonesia maupun dunia, yang disebabkan oleh makhluk yang berukuran nanometer tetapi sudah mampu mengguncang dunia, sehingga kita harus pahami keberadaan dan peran mikroba meskipun tidak dapat dilihat dengan kasat mata namun perannya begitu besar seperti pemanfaatan probiotik yakni mikroba hidup yang ditambahkan dan memberikan pengaruh menguntungkan bagi inangnya dengan memodifikasi komunitas mikroba, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Vibrio sp. , memperbaiki nilai nutrisi pakan, memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan respon imun”, jelas Prof Widanarni.

Hal senada juga disampaikan oleh Co-Founder JALA, Aryo Wiryawan yang menyampaikan materi terkait transformasi digital pada budidaya tambak udang. Kemajuan teknologi dengan mengandalkan Internet of Things (IoT) yang dikembangkan salah satunya menghasilkan digitalisasi data budidaya udang. Petambak nantinya akan semakin mudah dalam memantau perkembangan tambaknya dalam hal data budidaya darimana saja dan kapan saja. Data budidaya nya dimasukkan ke dalam program aplikasi oleh teknisi di lapangan kemudian data tersebut dihubungkan dengan program aplikasi di smartphone pemilik tambak. Kemudahan digitalisasi data budidaya antara lain menghitung jumlah pakan yang digunakan dan estimasi pakan di hari berikutnya. Selain itu dapat menampilkan data pertumbuhan udang di kolam dan monitor kualitas air serta dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat oleh teknisi di lapangan.

“Adanya komputerisasi data digital dapat menghasilkan perhitungan yang tepat dan akurat. Kelebihan lain yang didapat dari metode tersebut adalah semua data budidaya tersimpan dengan aman dan rapi tanpa khawatir rusak dan hilang, data budidaya dapat dibuka kapan saja dan dimana saja, serta data budidaya dapat disajikan dalam bentuk yang mudah dianalisa. Berbeda dengan metode konvensional berupa mencatat data budidaya dalam buku catatan yang berpotensi terjadinya data budidaya hilang atau rusak, kesulitan dalam mengakses data budidaya karena data tersimpan di tambak dan tampilan data tidak rapi dan sulit dianalisa”, Jelas Aryo.

Baca Juga :
Bupati Agus Suradnyana optimis perekonomian dapat pulih dan tumbuh positif

 

Editor : SUT

Leave a Comment

Your email address will not be published.