Balinetizen.com, Denpasar
Dampak pandemi COVID-19 telah melumpuhkan pariwisata yang menjadi sumber pendapatan utama Bali, penurunan omset penjualan UMKM dan Koperasi, yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Bali mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif), pada Triwulan I sebesar -1,14%, pada Triwulan II sebesar -10,98% dan pada triwulan III sebesar -12,28%.
“Covid-19 telah membuat pengambil kebijakan kagok, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Bebebrapa formula telah dicoba terapkan dan sampai saat ini, dampaknya masih belum seperti yang diharapkan. Pemulihan pariwisata Bali sangat erat kaitannya dengan keterpulihan pariwisata nasional, karena Bali adalah showroom Indonesia di dunia internasional,” kata Ir. Husnul Hamdy Datuk Raja Mulia, Socialpreneur/masyarakat Bali di Denpasar, Sabtu (28/11/2020).
Menurutnya, Pemulihan sektor pariwisata sangat besar ketergantungannya dengan menggerakan kembali pelaku usaha UMKM pendukung pariwisata di sentra – sentra destinasi parisiwata. Hal ini perlu di geliatkan kembali dari apa yang telah direalisasikan maupun dalam perencanaan ke depan.
Pada saat ini belum ada formula yang terukur dari program-program pemulihan ekonomi yang di coba terapkan oleh kementerian-kementerian. Semua program masih berupa ‘trial n error’, karena pandemi covid-19 memang bukan kejadian tahunan atau kejadian yang sudah pernah terjadi sebelumnya.
Dari awal penanganan Covid-19, ada gugus tugas yang di komandoi oleh Kepala BNPB, kemudian bermetamorfosis menjadi Satgas PCPEN (penanganan Covid-19 & Pemulihan Ekonomi Nasional) yang melibatkan tim ekonomi karena pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan, tapi juga perekonomian.
Mengamati perkembangannya, sepertinya Satgas PCPEN ini pun sudah harus bermetamorfosis dengan melibat aktifkan peranserta masyarakat sebagai komunitas yang terdampak covid-19.
“Dalam hal ini perlu di inisiasi sebuah gerakan sosial yang melibatkan PEMERINTAH-MASYARAKAT-PELAKU BISNIS untuk bergotong royong melakukan Penanganan Covid-19 dan Pemuliihan Ekonomi Nasional secara bersama-sama dan berkesinambungan,” terang Raja.
Saat ini ada momentum yang menjadi peluang gerakan ini untuk memberi dampak positif yang besar, yakni momen natal dan tahun baru. Waktu ini bisa di manfaatkan sebagai “simulasi” penerapan protokol kesehatan dalam kehidupan new normal dan sebagai ajang praktik CHSE pada sektor pariwisata, menjelang dibukanya kedatangan kunjungan wisatawan mancanegara di tahun 2021.
Sejalan telah dikucurkannya dana hibah untuk pelaku usaha sektor pariwisata, yang menyasar pelaku usaha perhotelan dan resttoran, yang tidak kalah penting dan sangat vital adalah bantuan permodalan kepada pelaku usaha skala UMKM pendukung sektor pariwisata yang sangat dominan memberi warna pada kepariwisataan. Bantuan ini bisa dengan pengucuran BPUM yang lebih terencana dan terukur maupun bantuan dalam bentuk realisasi KUR 0% bagi setiap pelaku usaha UMKM di Bali.
Dari data yang tersedia, BPUM senilai Rp. 2.400.000,- yang di peruntukan bagi 12 juta pelaku UMKM, saat ini sudah tersalurkan kepada pelaku UMKM Bali sebanyak 139 ribu pelaku UMKM, dan akan di tambah kuotanya menjadi 240rb dimasa perpanjangan sampai akhir bulan November ini.
Apa yang menjadi dasar dan tolak ukur pengalokasian BPUM ini, tidak ada transparansi dari pemerintah pusat, dalam hal ini Menko Perekonomian sebagai ketua Satgas PCPEN.
Karena jika berdasarkan jumlah populasi, populasi Bali 1,49 % dari populasi Indonesia. Ini berarti kuota pelaku usaha yang menerima BPUM adalah sebanyak 178.800 pelaku usaha UMKM.
Bersikap adil tentu tidak harus dengan satu atas dua dasar pertimbangan, agar di hasilkan kebijakan yang bijaksana. Terbukti pada kuartal III, perekonomian nasional terkontraksi sebesar 3,49% dimana pada kuartal II terkontarksi sebesar 5,23%, sedangkan Bali yang pada kuartal II mengalami kontraksi ekonomi sebesar 10,98%, pada kuartal III saat ini mengalami kontraksi ekonomi 12,94%.
“Ini menjadi PR kita bersama, membuat formula dan regulasi baru yang bersifat trial n error,” tuturnya.
Apabila pada momentum natal dan tahun baru, kuota BPUM yang masih tersisa sebanyak 2,9 juta di-superprioritas-kan bagi pelaku usaha bali, dalam hal ini kita proyeksikan untuk 3 kota / kabupaten utama yang menjadi mesin penggerak ekonomi Balil, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, dimana pada masing-masing kota kabupaten dialokasikan masing-masing sebanyak 30% populasinya,
“Bali mengalami penambahan kuota sebanyak 720 ribu pelaku usaha UMKM penerima bantuan hibah BPUM. Bagi Pelaku usaha di sentra kawasan destinasi wisata seperti kawasan Kuta, Legian, Semiyak, Denpasar, dan Ubud mendapat kemudahan menerima KUR bunga 0%, tentu pasar seni, cafe, restoran dan sektor usaha UMKM terkait kepariwisataan bisa memulai lagi kegiatan usahanya, dan ini akan menjadikan kawasan pariwisata hidup dan semarak lagi, sehingga mengundang ketertarikan wisatawan domestik untuk kembali berwisata ke Bali,” terang Raja Mulia.
Dampak ini akan lebih besar jika BPUM dan KUR yang di realisasikan di program menjadi sebuah koperasi modern digital di tiap kota kabuten, sehingga pergerakan ekonomi akan tumbuh di dorong oleh mesin ekonomi yang bersifat kolektif, tidak berjalan sendiri dan tidak terencana, Sehingga gerakan pemulihan ini tumbuh dan berkenbang secara berkelanjutan.
Kebijakan untuk menjalankan formula ini sebagai solusi alternatif berada di pemerintah pusat dalam hal ini menko Perekonomian sebagai Ketua PCPEN dan perpanjangan tangan presiden.
Menjadikan Bali sebagai proyek percontohkan tidak hanya karena Bali dari awal pandemi sudah di rencanakan sebagai propinsi skala super prioritas proyek percontohan new normal bersama DIY dan Kep. Riau, tapi juga terkait kemanusiaan, dengan kontraksi ekonomi yang telah menyentuh angka -12,94%. (hd)