Balinetizen.com, Buleleng-
DPC Peradi Singaraja dibawah kepemimpinan advocat Gede Harja Astawa selaku ketua dan advocat Kadek Doni Riana SH MH selaku sekretaris, sejak berdirinya DPC Peradi Singaraja setahun yang lalu terus bergeliat menggulirkan program-programnya. Diantaranya PKPA bagi para sarjana hukum dan proses akreditasi dari pada Pusat Bantuan Hukum (PBH) yang nantinya bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang kurang mampu, baik Probono maupun bantuan hukum secara cuma-cuma.
“Jadi dalam proses akreditasi itu, sudah barang tentu diperlukan penyuluhan hukum, tentunya aktivitas-aktivitas yang bisa sebagai syarat akreditasi. Salah satunya adalah kegiatan non ligitasi. Non ligitaasi dalam hal ini penyuluhan hukum terkait pemahaman masyarakat untuk perkara yang ditangani secara probono atau bahkan cuma-cuma.” Demikian ditegaskas Sekretaris DPC Peradi Singaraja Kadek Doni Riana yang akrab disapa KDR ini.
Dalam hal ini, ungkap Kadek Doni Riana pihak Peradi Singaraja sudah melakukan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di beberapa tempat, baik itu di Desa Sambangan, Temukus, Pengastulan, Desa Tinga-Tinga serta desa-desa lainnya yang difasilitasi oleh para kepala desa (perbekel) desa setempat.
”Jadi dalam sosialisasi ini, tampak terlihat antusiasisme masyarakat yang difasilitasi oleh perbekel desa masing-masing sangat responsif. Sehingga disini masyarakat bisa mengetahui bagaimana alur khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu atau masyarakat miskin yang memerlukan bantuan hukum dan uluran tangan kita sebagai advocat yang memfasilitasi dari sisi penegakan hukum.” tukasnya.
Lantas seperti apa latar belakang digulirkannya program ini?
Ketua Peradi Singaraja advocat Gede Harja Astawa,SH yang berkantor di Jalan Mayor Metra Singaraja, Kelurahan Liligundi menjelaskan bahwa sesuai dengan undang-undang advocat, dimana merupakan kewajiban moral dari advocat.
“Artinya tidak semata-semata dalam profesinya mengejar dan mencari materi atau uang, tapi ada yang lebih substantif atau ada yang lebih penting untuk dilakukan. Yaitu bagaimana proses, penegakan, baik itu kebenaran dan keadilan.” ujarnya, Senin (7/12/2020) siang.
Menurutnya ketika masyarakat yang kurang mampu baik secara ekonomi, kurang mampu dari pemahaman hukum, kurang mampu dari pergaulan mengalami masalah hukum. Maka mereka itu akan mengalami masalah batin yang luarbiasa, rasa takut yang luar biasa bahkan bingung mencari bantuan, malahan untuk bertanya mereka itu bingung. Mengingat belum tentu juga tokoh-tokoh masyarakat didesanya tahu tekhnis hukum. Ya kalau ketemu dengan orang yang benar, tapi kalau ketemu seperti jaman dulu seorang pukrul, maka mereka itu akan memanfaatkan kelemahan masyarakat itu sendiri. Sehingga tidak salah jika ada istilah sudah jatuh tertimpa tangga. Ketika ada masalah dan bermaksud meminta bantuan, tahu tahu ketemu dengan orang yang salah, maka akan bertambah lagi masalahnya.
“Nah disinilah kita melihat, setelah DPC Peradi Singaraja terbentuk setahun yang lalu, kita langsung membuat Pusat Bantuan Hukum, dimana kita khususkan PBH ini untuk memback up ketika masyarakat di Kabupaten Buleleng, khusus ya masyarakat yang kurang mampu dalam bidang ekonomi untuk membayar jasa pengacara.” jelas Harja Astawa.
”Kita jamin itu, bahwa proses pembelaannya itu sama, baik yang probono, prodeo maupun yang profesional. Karena undang-undang juga mewajibkan.” tegasnya.
Disamping profesi, ucap Harja Astawa juga untuk tetap mengambil langkah-langkah pembelaan terhadap masyarakat yang kurang mampu.
“Itu kewajiban kita. Nah, inilah yang kita sosialisasikan. Kita gerakkan semua teman-teman yang senior atau sudah lama dalam praktek advocat untuk turun ke desa-desa melakukan sosialisasi. Di desa kita berkoordinasi dengan kepala desa untuk memfasilitasinya. Sebagai pemberi materi dari Peradi dan dari PBH. PBH dalam hal ini berbicara secara tekhnis, bagaimana pembelaan dipengadilan, mekanisme untuk mendapatkan pelayanan hukum gratis khusus bagi masyarakat miskin. Karena kadang-kadang masyarakat yang kurang mampu ekonominya itu, menjadi sumir ketika ada bantuan hukum cuma-cuma. Artinya semua mengaku pra keluarga sejahtera (pra ks) ketika membutuhkan bantuan hukum.” Beber Harja Astawa.
”Dalam hal ini, kita memiliki kriteria tersendiri. Disamping surat keterangan tidak mampul (SKTM) dari kepala desa/perbekel yang diketahui camat, kita juga mengadakan klarifikasi. Dan jangan sampai masyarakat yang mampu mengambil hak masyarakat yang kurang mampu, khususnya dalam pembelaan jasa advocat.” tukasnya. GS
Editor : Mahatma Tantra