Bali Memerlukan Kepemimpinan dengan Kekuatan Penalaran

 

Oleh : I Gde Sudibya
Pelantikan Bupati dan Wali Kota serentak Jumat (26/2) pagi ini digelar di Kantor Gubernur Bali di kawasa Niti Mandala Renon. Keenam pasangan Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota yang dilantik yakni Kabupaten Jembrana, Tabanan, Bangli, Badung, Karangasem, dan Kota Denpasar.
Lalu, sosok pemimpin seperti apa yang diinginkan masyarakat Bali? Kepemimpinan harus mengandung kekuatan penalaran yang dapat merangsang kesehatan berpikir dan kreativitas warga. Dengan jiwa penalaran, wilayah dan kota berkembang  dengan perencanaan dan kebijakan yang sehat disertai daya kreatif yang tinggi.
Oleh karena itu, segala sesuatu diputuskan dengan jalan nalar-permusyawaratan (delibratif-argumentatif), bukan lewat jalan irrasional dan kekerasan. Kota dan kabupaten tidak dipimpin dengan manajemen tambal sulam, mengandalkan impresi pencitraan dan politik adu domba, yang segala kelemahan dan keburukan kepemimpinan ditutupi dengan irasionalitas demagogi dan pembelaan buzzer”. Yudi Latif, Kompas, Kamis, 25 Februari 2021.

Tantangan Mendesak Bagi Bupati dan Walikota Terpilih
Jadi pemimpin di era pagebluk pandemi ini sangat tidak mudah. Tidak boleh hanya diam dan pasif tanpa ada gebrakan buat kesejahteraan masyarakat. Tidak ada lagi masa bulan madu dan pesta kemenangan, ditengah-tengah serangan pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi luar biasa yang dibawakannya.
Kebijakan dengan sense of crisis yang tinggi, di masa puncak pandemi ( menurut pemodelan FKMUI yang didukung Bappenas ) triwulan satu yang sedang berjalan. Target idealnya: triwulan kedua, curve pandemi bisa melandai dan tidak ada risiko penyebaran gelombang ke dua.
Di sini diperlukan kerja yang sangat keras untuk empat bulan ke depan, penegakan PPKM mikro sesuai standar epidemiologi. Peningkatan drastis test: PCR dan antigen, penelusuran kontak cepat dan dalam jumlah sesuai standar WHO, perbaikan berkelanjutan sistem pelayanan kesehatan.
Dari perspektif kebijakan ekonomi:
a. Design bantuan sosial: bantuan tunai dan sejenisnya semakin tepat sasaran, dan menekan risiko pada tingkat minimal kemungkinan terjadinya: gizi sangat buruk dan bahkan kelaparan warga.
b. Design kebijakan untuk meminimalkan risiko kebangkrutan usaha, melalui: perpanjangan kredit, keringanan bunga, penundaan angsuran, penyediaan dana murah bagi usaha yang sangat terdampak.
c. Memimpin dengan empati, dengan contoh kongkrit: bagi elite pengambil kebijakan, dari Bupati, Walikota, seluruh anggota DPRD dan semua eselon birokrasi pada tingkat pejabat pengambil kebijakan, menyumbangkan sebut saja tiga puluh persen pendapatan bulanannya untuk membantu warga yang kehilangan pekerjaan dan pendapatannya turun tajam akibat pandemi. Diharapkan dengan turunnya  pendapatan ini, para pengambil kebijakan lebih bisa merasakan ( secara personal ) akibat dari pandemi, dan terdorong untuk melakukan kebijakan yang lebih serius dan fokus dalam penanggulangan pandemi dan rintisan upaya pemulihan ekonomi.
d. Diharapkan triwulan ketiga, ekonomi mulai bergerak untuk pulih, kebijakan untuk menyongsong pemulihan ydm.semestinya dipersiapkan lebih matang. Misalnya: pelayanan berbasis kesehatan sesuai standar global dari tibanya wisatawan di Bandara, selama mereka menikmati liburan dan kembali ke tempat asalnya.
I Gde Sudibya, penulis tinggal di Denpasar
Baca Juga :
Raih WTP 5 Kali berturut-turut, Pemkab Tabanan Sabet Piagam Penghargaan dari Pemerintah Pusat

Leave a Comment

Your email address will not be published.