Sengketa Lahan JH, Hakim Disebut Tabrak Putusan Pengadilan

 

Balinetizen.com, Denpasar

Perkara sengketa lahan antara Nyoman Siang, warga Jimbaran melawan PT Jimbaran Hijau (JH) dan PT Citra Tama Selaras (CTS) yang disidangkan di PN Denpasar kian menarik perhatian. Pasalnya, majelis hakim yang diketuai AA Aripathi Nawaksara banyak mengabaikan fakta hukum di persidangan hingga keluar penetapan sita jaminan. Pihak PT JH dan CTS, melalui pengacaranya, Agus Samijaya bereaksi keras. “Perkara ini sudah terang benderang, obyek tanah ini sudah pernah diperkarakan sesama ahli waris tahun 1990 dan diputus 1993, dilanjutkan dengan ekskusi. Jadi bagaimana bisa perkara sudah diputus 28 tahun lalu disidang lagi, ini namanya hakim melawan putusan pengadilan, lembaganya sendiri,”sebut murid almarhum Adnan Buyung Nasution ini dikonfirmasi Minggu (1/8).

Agus Samijaya membeberkan riwayat tanah yang mau direbut Nyoman Siang hingga beralih ke PT JH dan PT CTS. Tanah itu status DT (Duwe Tengah) keluarga (alm)I Ketut Bengkil. Dia memiliki empat anak diantaranya almarhum I Nyoman Ranek,I Wayan Rentong, I Nyoman Mintung dan I Ketut Olog. Tanah Bengkil tersebut bermula seluas kurang lebih 221.710 M2 atau 22,171 hektar. Sejak Bengkil meninggal tanah itu dikuasai I Wayan Rentong (kakek Nyoman Siang) sementara tiga saudarnya yang lain tidak mendapat apa-apa. Oleh karena itu, pada tahun 1990, Nyoman Ranek,Nyoman Mitung dan I Ketut Olog menggugat ke pengadilan dengan register perkara no 142/Pdt.G/1990.PN.Dps. Majelis hakim PN Denpasar kala itu, memutuskan tanah tersebut dibagi sama rata, masing-masing mendapat seperempat atau sekitar 5 hektar.

Putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht hingga tingkat peninjauan kembali (PK) dan terekskusi 26 Oktober 1993. Atas dasar putusan itu, Ketut Olog selaku ahli waris sah Ketut Bengkil mensertipikatkan tanah bagiannya itu tahun 1995 seluas 4,4 hektar. Diatas tanah bagian Ketut Olog itu terdapat obyek sebagian tanah eks pipil no. 456, luas 29,150 M2 yang saat ini menjadi obyek sengketa/obyek sita jaminan. “Padahal pipil yang dijadikan bukti Siang menggugat sudah dimatikan sejak adanya putuan pengadilan tahun 1990 itu. Selain itu, kalau Siang menggugat, dia tidak punya hubungan hukum tidak punya legal standing, nah bagaimana dengan fakta ini hakim bisa mengeluarkan sita jaminan,”ungkap pengacara yang mantan aktivis kampus ini.

Baca Juga :
Bawaslu Jembrana Atensi Proses Tahapan Pendaftaran Bacaleg

Selanjutnya, tanah waris Ketut Olog yang bersertipikat hak milik itu dijual pada PT CTS tanggal 22 Meli 1995 dengan sertipikat SHGB. Kemudian dialihkan pada PT JH, dan kemudian dijual lagi ke PT Jimbaran Green Hill 14 Januari 2016. Anehnya dalam perkara ini, Nyoman Siang cucu I Wayan Rentong menggugat tanah yang telah dibagi waris sesuai putusan pengadilan sedangkan mereka sudah sama-sama mendapatkan bagian sama dari alm. I Ketut Bengkil. Dengan demikian penetapan sita jaminan yang dikeluarkan majelis hakim dalam perkara no 215/Pdt.G/2021/PN.Dps menurut Agus Samijaya melawan, menabrak dan bertentangan dengan putusan pengadilan no.142/PDT/G/1990/PN.DPS yang telah terekskusi 26Oktober 1993. “Kalau begini lantas dimana letak keadilan dan kepastian hukum akan ditegakkan, buat apa bersidang kalau tidak ada kepastian hukum. Kami sudah laporkan kasus ini ke KPN, KPT, MA dan lainnya karena semua harus tunduk pada putusan pengadilan, presiden saja tunduk kok ini malah melawan putusan,”tegas pengacara yang terkenal kritis dan berani ini.
Ditambahkan Agus Samijaya, pihaknya juga memprotes penggugat yang diduga telah mengerahkan massa di obyek sengketa, Jumat (30/7). “Saya sudah tanyakan kenapa ada pengerahan massa, dijawab Nyoman Siang katanya saudaranya semua,” kata Agus Samijaya sembari meminta aparat memberi atensi karena saat ini dalam kondisi pandemi yang melarang adanya kerumunan.

Dikonfirmasi terpisah, juru bicara (jubir) PN Denpasar, Gde Putra Astawa menyebut belum bisa berkomentar banyak, karena perkara masih dalam proses persidangan. “Kenapa majelis hakim mengambil itu? (mengeluarkan sita jaminan). Itu semua pertimbangan dan wewenang ada pada majelis hakim. Bukan ranahnya jubir,” tutur Astawa.
Pun saat disinggung adanya tudingan hakim sengaja menabrak putusan pengadilan sebelumnya, Astawa mengatakan tidak bisa menilai karena belum ada putusan. “Sebaiknya argumentasi itu ditanyakan kepada majelis hakim, kami tidak tahu alasannnya. Perkara belum selesai, sehingga tidak etis untuk menilai,” kelitnya.
Yang menarik, Astawa mengaku kaget dengan banyaknya massa di areal Jimbaran Hijau. Saking banyaknya massa, pelaksanaan penetapan sita jaminan batal. “Biasanya hal seperti ini (penetapan sita jaminan) tidak begitu ramai. Tapi, yang ini di luar dari ekspektasi dan dugaan kami,” pungkasnya. (Nanto)

Baca Juga :
Kamboja: Daging Kerbau Beku Asal India Positif COVID

Leave a Comment

Your email address will not be published.