Diuji, Tegaknya Supremasi Hukum di Bali dan Netralitas Aparat dalam Sengketa Lahan SHM No. 271/Ungasan

 

Balinetizen.com, Mangupura

Rencana eksekusi lahan SHM No. 271/Ungasan di Ungasan, Uluwatu-Bali pada 23 Februari 2022 dan segala persoalan yang melatarbelakangi kasus ini membuka mata kita semua bahwa fenomena pengambilalihan suatu kepemilikan properti di bali tersebut memang masif dan agresif dilakukan pihak luar dan mirisnya terjadi dengan cara-cara yang tidak elegan. Lalu bagaimana supremasi hukum dijalankan dan bagaimana dengan netralitas dari aparat sebagai yang katanya mewakili negara.

“Pelaksanaan eksekusi dijadwalkan 23 Februari mendatang. Surat resmi pemberitahuan eksekusi sudah dikeluarkan kepada semua pihak. Untuk eksekusi lanjutan, pengamanan akan melibatkan Polres dan TNI,” terang Juru Bicara PN Denpasar, Gde Putra Astawa seperti yang dilansir salah satu media terkemuka di Bali, Sabtu (20/2) pekan lalu.

Lantas bagaimana dengan sejumlah persoalan hukum yang masih menyelimuti, bukankah pembuktian sengketa hak atas tanah tidak semata-mata hanya menyangkut soal atas hak dan status hak, akan tetapi juga terkait dengan pembuktian mengenai tanda bukti hak. Meskipun putusan tersebut terkait pertanahan yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan negeri. Namun kemudian tersiar kabar status tanah tersebut telah dilakukan permohonan pemblokiran ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) oleh pihak tertentu.

“Dalam persoalan ini, bukti bayar kepada ahli waris I Made Suka waktu itu hanya berupa beberapa cek kosong dan terbukti beban biaya pembayaran untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih atas nama leluhurnya,” kata Siswo Sumarto, SH, kuasa hukum termohon I Made Suka kepada Metrobali.com, Minggu (20/2/2022).

Pada saat itu, pembeli Bambang Samijono hanya baru membayar uang mukanya sebesar Rp 600 juta, sisanya lagi Rp 1,9 milyar dari total harga tanah sebasar Rp 2,5 milyar belum terbayarkan sampai saat ini.

Baca Juga :
Atasi DBD Petugas Jumantik Kelurahan Kesiman Rutin Laksanakan PSN

Bahkan kemudian, ada bukti kwitansi dari pemohon lelang Lie Herman sebesar Rp 350 juta, dengan kesepakatan perjanjian untuk memberikan hak atas tanah 50%, hal tersebut untuk memuluskan niat serakah penguasaan lahan SHM No. 271/Ungasan di Ungasan, Uluwatu-Bali tersebut hingga akhirnya putusan PN Denpasar berpihak kepadanya meski keputusan PN kurang menelusuri fakta dan data dan didengar keterangan ahli waris yang polos dan lugu saat itu.

“Termohon dikelabui dibayar dengan Cek kosong dan sertifikat tanahnya berubah menjadi objek lelang dan itu tanpa pemberitahuan kepadanya, mengapa hal tersebut tidak pernah diusut? Boleh-boleh saja Pemohon membantah apa yang telah diperjanjikan dan pihak PN Denpasar membacakan risalah eksekusinya nanti, tapi persoalannya khan tidak berhenti sampai disitu, lalu bagaimana dengan adanya gugatan lain yang sedang berjalan, apakah hal tersebut dengan arogan dikesampingkan PN?,” tanya Siswo.

Bukankah Presiden Jokowi pernah menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen penuh dalam memberantas mafia-mafia tanah. Kepada jajaran polri saya minta jangan ragu-ragu mengusut mafia-mafia tanah yang ada,” Hal itu dikemukakannya pada saat memberikan sambutan pada “Penyerahan Sertifikat Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria” di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (22/9/2021) silam.

“Dengan tegas Presiden Jokowi menekankan, jangan sampai ada penegak hukum yang justru melindungi para mafia tanah,” tutur Siswo.

Lalu bagaimana supremasi hukum ditegakkan di Bali? dan bagaimana dengan netralitas dari aparat sebagai yang katanya mewakili negara.

“Mungkinkah aparat malah membantu menabuhkan genderang perang yang ditabuh pemohon dan rela berjibaku hingga menodai keberpihakannya kepada masyarakat yang malah berakibat mengganggu kondusivitas Dimata dunia jelang KTT G20? ini akan menadi suatu ujian,” terangnya.

Sejatinya Negara harus hadir melindungi rakyat kecil yang dizalimi. (hd)

Baca Juga :
Anies: Pasien positif yang tolak isolasi terpusat akan dijemput aparat

Leave a Comment

Your email address will not be published.