Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet Sebut Tak Pernah Bilang ‘Usir’ atau ‘Sweeping”

Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet.

 

Balinetizen.com, Denpasar

Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet sangat menyesalkan, isi sambutan dan pernyataan saya di Pura Luhur Ulun Danu Batur itu, telah diplintir, dimanipulasi secara tidak bertanggungjawab dengan berbagai narasi dan pernyataan yang tentunya patut diduga untuk menyesatkan opini umat dan masyarakat secara luas, dan juga patut diduga upaya upaya pemelintiran dan manipulasi isi sambutan saya itu bertujuan untuk membela eksistensi Sampradaya Asing di Bali dan di Indonesia, yang jelas jelas akan merongrong, dan menghancurkan Agama Hindu Dresta Bali, Budaya Bali, adat, tradisi Bali yang adi luhung, yang pada gilirannya bertujuan menghancurkan Desa Adat di Bali, bahkan Bali itu sendiri. Karena sekali lagi Bali tanpa Desa Adat, Bali tanpa Agama Hindu Dresta Bali bukanlah Bali.

Pihaknya menilai timbul narasi yang sangat provokatif dari Gede Pasek Suardika dan Pernyataan Sikap Gede Suardana yang mengatas namakan Aliansi Bhineka Hindu Nusantara yang juga sangat provokatif, dengan ini saya Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet sebagai Bandesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali dan sebagai Ketua Ketua FKUB Bali, sebagai Ketua Umum Asosiasi FKUB Indonesia, dan sebagai Ketua Dharma Kertha PHDI (Pemurnian) memberikan pernyataan sebagai berikut :

Bahwa kepentingan Bali dan kepentingan Negara Indonesia harus dikedepankan.

Karena Agama Hindu Dresta Bali, Adat Bali, tradisi Bali, Budaya Bali dan Desa Adat di Bali adalah merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan yang merupakan jatidiri Bali, identitas Bali dan segenap Krama Desa Adat di Bali.

Sudah menjadi tugas utama bagi segenap Desa Adat di Bali, Majelis Desa Adat di Bali, Bandesa Agung beserta seluruh Prajuru Majelis Desa Adat, dan segenap Krama Desa Adat untuk selalu menjaga, memelihara, dan melestarikannya agar tetap ajeg dan menjadi tuan rumah di Bali.

Baca Juga :
Dinas Perikanan Badung Gelar Kembali Kegiatan GEMARIKAN Untuk Pencegahan Stunting Di Kabupaten Badung

4. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta sangat bergantung dengan kerukunan yang berisi semangat toleransi, kebersamaan, persaudaraan, dan saling menghormati.

Agar kerukunan dan Persatuan Bangsa Indonesia tetap bisa terjaga selamanya, maka penyebaran agama dan atau tatanan keagamaan yang sangat berbeda yang dilakukan secara sengaja, strategis, dan masif ditengah tengah kelompok masyarakat yang sudah beragama dan sudah memiliki tatanan keagamaan, ADALAH SUNGGUH DILARANG di Indonesia, karena bertentangan dengan etika dan nilai kerukunan, sangat bertentangan dengan Pancasila dan Nilai Bhineka Tunggal Ika.

Sebab Sampradaya Asing yang trans nasional seperti Hare Krisna dan yang lainnya adalah gerakan asing yang telah membawa, menyebarkan tatanan keagamaan yang sangat berbeda ditengah tengah umat yang sudah beragama di Indonesia, khususnya di Bali.

Bahkan Sampradaya Asing trans nasional seperti Hare Krisna dan yang lainnya sangat berbeda dengan Hindu Nusantara, khususnya Hindu Dresta Bali, baik dikaji dari Widi Tatwa dan Tatwa Agama Hindu secara umum, Susilanya terlebih didalam Upacaranya, bahkan Upacara Caru pun selalu dimanipulasi.

Seperti diketahui, Sampradaya Asing seperti Hare Krisna dan yang lainnya tidak punya kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ista Dewata, Bhatara Kawitan, Leluhur dan Sang Panca Maha Bhuta dan Para Bhuta Kala.

Dan oleh karenanya Sampradaya Asing tersebut tidak juga mengenal Panca Srada, Panca Yadnya terlebih Upacara Panca Yadnya, bahkan pegangan kitab sucinya pun sangat berbeda dengan Agama Hindu Nusantara, khususnya Agama Hindu Dresta Bali.

Bahwa telah terbukti Sampradaya Asing tersebut telah menyebarkan tatanan keagamaan yang sangat berbeda ditengah tengah umat beragama, khususnya ditengah tengah umat Hindu Dresta Bali.
Kalau ini terus dibiarkan dan tidak ada kebijakan dan tindakan tegas dari kita semua, khususnya di Bali maka pasti lambat laun sebagian besar Pura Pura di Bali akan dipralina, tidak ada lagi Upacara Keagamaan Hindu Dresta Bali, Budaya Bali, Adat Bali, Tradisi Bali akan berganti dengan tatanan yang dibawa oleh Sampradaya Asing tersebut. Maka Balipun juga akan tiada, pariwisata pun akan lenyap dari Bali, Bali tidak akan Bali lagi.

Baca Juga :
Festival Jajan Pasar dan Pameran Industri Jasa Boga Tandai Dimulainya Rakernas V APJI 2019

Oleh karenanyalah maka Sampradaya Asing harus dilarang dan dicegah penyebaran dan pengembangannya di Nusantara Indonesia, khususnya di Bali .

Dan kita juga patut sangat bersyukur, Gubernur Bali Bapak Wayan Koster didukung oleh Para Bupati/Walikota, DPRD, Forkompinda Provinsi, Kabupaten/Kota, Majelis Desa Adat didukung sepenuhnya oleh segenap Desa Adat di Bali dengan Ikrar- Ikrarnya, telah sangat bijaksana dan tegas menolak dan atau melarang penyebaran dan atau pengembangan Sampradaya Asing di Bali. Karena Pelarangan dan Penolakan ini sangat sejalan dengan Perda No.4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, sangat sejalan dengan nilai Pancasila dan nilai Bhineka Tunggal Ika.

Dengan didorong oleh semangat memelihara kerukunan di Indonesia, khususnya di Bali, semangat mengamalkan Pancasila, nilai nilai Bhineka Tunggal Ika dan semangat menegakkan Peda No.4 Tahun 2019, saya bersama Bapak Gubernur Bali diberbagai kesempatan selalu mensosialisasikan, mengedukasikan, dan menegaskan cara-cara pencegahan dan pelarangan penyebaran/pengembangan Ajaran Sampadaya Asing di Bali.

Bahwa atas dasar pertimbangan butir butir diatas, dalam sambutan saya di Paruman Pemangku di Pura Ulun Danu Batur beberapa waktu lalu saya mensosialisasikan, mengedukasi segenap umat Hindu Dresta Bali untuk bagaimana cara yang efektif mencegah dan atau melarang penyebaran/ pengembangan Sampradaya Asing di Wewewengkon Desa Adat, khususnya di Pura Pura.

Bahwa pencegahan dan pelarangan penyebaran/pengembangan Sampradaya Asing tersebut juga mengutamakan cara-cara pembinaan, penyadaran, edukasi dan tanpa kebencian.

Bahwa dalam sambutan dan pernyataan saya di Pura Luhur Ulun Danu Batur tersebut tidak ada maksud dan kata ” sweeping”, tidak ada kata dan maksud “mengusir” dari Bali. Yang ada adalah suatu cara edukasi saya untuk mencegah dan melarang penyebaran/pengembangan ajaran Sampradaya di Desa Desa Adat, khususnya di Pura-Pura, dengan cara terlebih dahulu menindentifikasi umat Hindu Dresta Bali yang sudah terpapar ajaran Sampradaya Asing, kemudian kalau mereka ingin masuk Pura untuk agar ditanyakan dulu secara baik baik, apakah ybs atau mereka itu sudah sadar kembali menjadi umat Hindu Dresta Bali atau masih sebagai penganut Sampradaya Asing. Kalau sudah sadar dan kembali menjadi penganut Hindu Dresta Bali maka harus matur piuning dengan sarana Banten Pejati, bila diperlukan dengan sarana Banten Guru Piduka. Kalau ybs atau mereka masih menyatakan sebagai penganut salah satu aliran Sampradaya Asing maka hendaknya dilarang masuk ke Pura (Hal ini juga tidak sama perlakuannya terhadap Umat Agama lain seperti Islam, Kristen, Katolik, Bhudda dan Khonghucu, karena tidak ada unsur usaha penyebaran agama).

Baca Juga :
Sidang Perdana Permohonan Pengesahan Panitia Pemilihan BPA Bumiputera Tertunda

Kalau ada orang atau kelompok yang tetap menyatakan pemeluk ajaran Sampradaya Asing, maka hendaknya kelompok itu tidak melaksanakan usaha penyebaran/pengembangan di Bali bahkan di Nusantara. Hendaknya “enyah” atau pergi dari Bali, bahkan dari Indonesia dan kembali ke negara asalnya dimana Sampradaya itu dilahirkan, silahkan penyebaran dan pengembangan ajaran Sampradaya tersebut dilaksanakan di negara tersebut. RED-MB

Leave a Comment

Your email address will not be published.