Heboh Bangunan di Kawasan Konservasi, Ini Penjelasan Lengkap BKSDA Bali

0
85

Balinetizen.com, Bangli –

 

Menyusul viralnya pemberitaan di media sosial terkait keberadaan bangunan di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Panelokan, Kintamani, Bangli, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali memberikan klarifikasi resmi serta memaparkan langkah penanganan atas peristiwa tersebut.

Kepala Balai KSDA Bali, Ratna Hendratmoko, menjelaskan bahwa bangunan yang ramai diperbincangkan publik tersebut berada di dalam ruang publik pada blok pemanfaatan TWA Panelokan. Bangunan itu dibangun oleh I Ketut Oka Sari Merta, warga Desa Batur Tengah, yang merupakan pemegang izin Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dengan Sertifikat Standar Nomor 23082200271370004, yang diterbitkan oleh Kepala BKPM pada 7 Oktober 2024.

“Bangunan tersebut dibangun untuk fasilitas penyediaan makanan dan minuman, dan akan diserahkan kepada BKSDA Bali melalui mekanisme kerja sama hibah,” ungkap Ratna Hendratmoko, Senin (14/10/2025).

Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, bangunan yang dimaksud terdiri dari restoran berukuran 10,9 x 10 meter, toilet dan dapur 7,4 x 4,8 meter, area taman depan 14,3 x 36 meter, dan area parkir 11,7 x 38,7 meter.

Saat ini, BKSDA Bali tengah menyiapkan alternatif solusi kolaboratif dengan skema kerja sama hibah, agar bangunan yang sudah berdiri dapat menjadi Barang Milik Negara (BMN). Setelah itu, BKSDA akan menentukan nilai sewa berdasarkan nilai kewajaran, sebagai dasar penyewaan aset negara secara sah dan transparan.

“Langkah ini menjadi solusi yang adil, akuntabel, dan tetap mengedepankan prinsip tertib administrasi, transparansi, serta kelestarian kawasan konservasi,” tambah Ratna.

Selain itu, BKSDA Bali akan melakukan evaluasi terhadap izin jasa wisata alam yang dimiliki oleh I Ketut Oka Sari Merta untuk memastikan kesesuaiannya dengan ketentuan konservasi. Evaluasi ini mencakup peninjauan dokumen, kesesuaian kegiatan dengan daya dukung kawasan, serta pelibatan masyarakat adat dalam prosesnya.

Ratna mengakui adanya keterlambatan dalam pemenuhan aspek administrasi, terutama terkait dukungan dan persetujuan masyarakat sekitar. Untuk itu, BKSDA Bali akan segera menata kembali seluruh proses administrasi serta memperkuat koordinasi dengan pihak terkait.

“Kami menyampaikan permohonan maaf atas dinamika yang terjadi. Kami akan memastikan seluruh kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi berjalan secara transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab, BKSDA Bali telah melaporkan peristiwa ini kepada Dirjen KSDAE, Gubernur Bali melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta Bupati Bangli untuk mendapatkan arahan lebih lanjut.

“Kedepannya, kami akan lebih berhati-hati dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan kegiatan pemanfaatan di kawasan konservasi,” tutup Ratna Hendratmoko.

BKSDA Bali menegaskan komitmennya dalam menjaga fungsi ekologis kawasan TWA Panelokan melalui penerapan tiga pilar konservasi — perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan berkelanjutan — serta mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha agar TWA Panelokan tetap menjadi kebanggaan Bangli dan Bali.

 

(jurnalis : Tri Widiyanti)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here