Tidak Semua Perkara Bisa di Restoratif Justice (RJ)

Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Putu Agus Eka Sabana

 

Balinetizen.com, Jembrana-

Restoratif Justice (RJ) belakangan kerap dilakukan, baik oleh institusi Polri maupun Kejaksaan. Selama kurun waktu enam bulan mulai Januari sampai Juni 2023, ada 8 perkara yang telah diselesaikan melalui Restoratif Justice (RJ) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana.

Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Putu Agus Eka Sabana mengatakan, bahwa terkait RJ, tidak semua perkara dapat dilakukan Restoratif Justice (RJ). Karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Seperti pemulihan hak terhadap korban.

Kemudian sambungnya, tidak ada tuntutan dari pihak korban karena sudah ada perdamaian. Sehingga, terhadap tersangka tidak dilakukan penuntutan di pengadilan.

“RJ tidak mengesampingkan penegakan hukum menjadi lembek. Justru bertujuan penegakan hukum dengan melihat keadilan yang ada di masyarakat. Terhadap perkara-perkara yang berat tentu tidak dilakukan RJ” jelas Eka Sabana, Kasi Penkum Kejati Bali ditemui di Kantor Kejari Jembrana, Kamis (22/6/2023).

RJ, kata Eka, bertujuan memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dengan mengesampingkan penuntutan oleh penuntut umum. Perkara yang di RJ kan adalah perkara yang masuk katagori mengutamakan rasa keadilan di masyarakat dari pada kepastian hukumnya.

“Jadi, tidak semua perkara bisa di RJ kan. Atau pesanan, tidak ada seperti itu,” tandasnya.

Menurutnya, RJ dapat dilaksanakan sepanjang ancaman pidananya memenuhi peraturan perundang-undangan untuk bisa dilajukan RJ. Kemudian ada perdamaian dari pihak korban serta pemulihan hak korban sudah dipenuhi. Dan juga ada permintaan dari korban untuk tidak dilakukan penuntutan. “Prosesnya seperti itu. Tidak ujug-ujug langsung RJ. Jadi ada gelar perkara dulu oleh pimpinan dan disetujui bahwa itu bisa di RJ, baru dilaksanakan RJ,” terangnya.

Di Jembrana sebutnya, ada 8 perkara yang sudah di RJ kan. Dan itu perkara 362, 378 dan kecelakaan laku lintas serta penganiayaan ringan. “Dari beberapa kasus keduanya masih ada hubungan kekeluargaan. Pada saat itu mungkin emosi kemudian minta damai. Karena rasa keadilan lebih besar dari pada kepastian hukum sehingga dilakukan RJ,. Sebagaimana Bapak Jaksa Agung bilang, RJ lebih mengedepankan keadilan di masyarakat” ujarnya.

Baca Juga :
Jelang Hari Pariwisata Dunia, Dispar Bali Bersih-bersih di Pantai Kuta

Ditanya apakah RJ dapat dilanjutnya, menurutnya, bisa. Apabila tersangka tidak bisa memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan dan syarat yang disepakati oleh pihak korban. “Satu saja syarat tidak dipenuhi, korban bisa melapor dan perkara bisa dilanjutkan kembali” jelasnya.

Disinggung ketika seseorang sudah mendapatkan RJ kemudian melakukan perbuatan melawan hukum lagi apakah bisa mendapatkan RJ, menurutnya, tidak. “Kalau berbuat lagi, tidak bisa di RJ kan lagi. Artinya sudah ada pengulangan, sehingga RJ tidak dikabulkan” sebut Eka didampingi Kasi Intel Kejari Jembrana, Fajar Said.

Disebutnya RJ di Kepolisian dan RJ di Kejaksaan berbeda dalam konteks bahasa. Kalau RJ di Penuntut Umum itu adalah SKP2 atau Surat Keputusan Penghentian Penuntutan. Sedangkan di Penyidik itu SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). “Bahasanya sama RJ, tapi memiliki konteks yang berbeda,” pungkasnya. (Komang Tole)

Leave a Comment

Your email address will not be published.