“Korprikan Indonesia”, Indikasi Menuju Negara Birokrasi yang Otoriter

Balinetizen.com, Denpasar

Indikasi dari pemerintahan Jokowi tampak semakin nyata menuju otoritariaisme. Hal itu dikatakan IGde Sudibya, aktivis demokrasi, pengamat ekonomi politik, Kamis 30 November 2023.

Dikatakan, otoriter yang dimaksud menyebut beberapa saja. “Pembajakan” konsitusi lewat keputusan MK no.90 yang kontroversial itu, yang menurut pakar hukum tata negara Denny Indrayana, keputusan ini pantas diduga (di lihat dari prosesnya), menurut investigasi majalah Tempo sebagai kejahatan terorganisasi.

Selanjutnya kata dia sikap otoriter tersebut nampak pada pelemahan KPK melalui revisi UU KPK dalam hitungan hari, di tengah protes keras publik yang kemudian dinafikan. Kemudian timbul persepsi publik, pasca pelemahan, KPK dijadikan alat politik untuk menekan lawan-lawan politik.

“Otonomi Daerah dengan desentralisasi kebijakan birokrasi (anak kandung dari gerakan reformasi), menurut para pengamat kebijakan publik, nyaris dikembalikan ke titik nol, RESENTRALISASI yang tertuang dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja yang liberral kapitalistik, amat sangat memanjakan investor, bertentangan terutama dengan pasal 33 UUD 1945,” katanya.

Menurutnya, kelihaian Jokowi “membarter” kepentingan, menyebut beberapa saja mengangkat “musuh” bebuyutannya dalam dua kali Pilpres Prabowo menjadi Menhamkam, dan beberapa partai oposisi beralih posisi menjadi pendukung pemerintah, menjadi koalisi gemuk, nyaris tanpa kontrol parlemen.

“Memberikan indikasi watak pemerintahan otoritarian “berbaju” demokrasi prosedural dengan politik “dagang sapi” yang kental. Kita memasuki apa yang disebut wartawan senior Gunawan Muhammad ( GM) sebagai demokrasi “wani piro”, demokrasi transaksional berbasis politik uang,” kata Gde Sudibya, aktivis demokrasi,pengamat ekonomi politik.

Menurutnya ucapan keras Megawati Soekarno Putri beberapa hari lalu, kurang lebih “sembilan tahun memerintah sudah meniru cara-cara Orba yang otororiter untuk melanggengkan kekuasaan”.

“Ucapan ini memperoleh konfirmasi dari ucapan Ketua DPC PDIP Solo FX Hardyatmo (yang “mengendorse”, merekomendasi) Jokowi sebagai calon Wali Kota Solo, pemerintahan sekarang neo Orba plus, karena di zaman Pak Harto masih mengenal etika, yang menurut tokoh nasionalis Solo ini, pemerintahan Jokowi sekarang tidak lagi mengenal etika,” katanya.

Baca Juga :
HLUN 2021 Lanjut Usia Bahagia Bersama Keluarga, Srikandi PSI Emiliana Sri Wahjuni: Tingkatkan Kesejahteraan Lansia

I Gde Sudibya membandingkan, telah terjadi arus balik demokrasi di beberapa negara seperti: Filipina dan Thailand, tetapi negeri ini yang perjuangan kemerdekaannya melalui pengorbanan darah dan air mata,bukan hadiah dari penjajah, tidak “milu-milu tuung” meniru ke dua negara di atas. (Adi Putra)

Leave a Comment

Your email address will not be published.