OPINI : Kegembiraan Berpolitik Soekarno VS Gaya Politik Santuy Ala Kaesang

I Gde Sudibya, aktivis demokrasi, pengamat ekonomi politik.

 

Dalam demam politik yang sedang berlangsung, isu politik dengan target audience pemilih muda, kalangan mileneal menjadi perdebatan yang hangat.
“Bim salabim” dalam hitungan hari Kaesang terpilih sebagai Ketua Umum Partai PSI. Publik menilai, “keajaiban” ini terjadi karena Kaesang adalah anak dari Jokowi, dipersepsikan publik Jokowi adalah “king maker” buat anaknya. Kemudian publik terperaerangah, Partai PSI yang tidak punya anggota perwakilan di DPR, mampu menyebarkan baliho dalam waktu super singkat, di seluruh Indonesia. Menyimak pengalaman di era Orde Baru, gerakan massif ini hanya mungkin dilakukan oleh aparatur negara yang menguasai teritorial. Tetapi entahlah.
Kaesang mengintroduksikan politik SANTUY, yang kemudian menjadi viral.
Politik santuy, maksudnya santai, yang diintroduksikan Kaesang, dengan narasi di atas, bisa ditafsirkan bercirikan, pertama, politik “super kilat”, dengan bantuan tangan kekuasaan. Kedua, ekspresi kepercayaan diri tinggi, akibat dukungan politik yang dipersepsikan publik dengan sumber daya tidak terbatas. Ketiga, politik “jalan ninja”, dalam pengertiannya yang otentik, adalah “politik jalan pedang”, politik yang bercirikan: keberanian, kerja keras, berani mengambil risiko, rasanya kurang pas untuk menggambarkan perjalanan politik Kaesang yang belum “seumur jagung”.
Berbeda amat sangat jauh dengan moto kehidupan Soekarno tentang politik, “politik adalah kegembiraan”, karena politik adalah kesempatan dan wahana mulya untuk mengabdi negeri, jauh dari hingar bingar “vested interest” dan juga promosi diri.

I Gde Sudibya, aktivis demokrasi, pengamat ekonomi politik.

Baca Juga :
PHDI Harus Mampu Jadi Garda Terdepan Umat Hindu Indonesia

Leave a Comment

Your email address will not be published.