Lima Hari di Menjelang Pencoblosan, Kesadaran, Memimpin dengan Nurani

I Gde Sudibya, intelektual Hindu

Kesadaran (consiousness) dalam pandangan teologi Hindu (Sanatana Dharma), berelasi dengan nilai: integritas, kredibilitas dan totalitas dedikasi yang tanpa pamrih. Kesadaran pemulyaan hidup dan kehidupan yang menjadi basis penting menuju pendakian rokhani lanjutan menuju ke Kesadaran Tuhan. SAT CHIT ANANDA.
Pada sisi yang lain, demam Pilpres yang sedang berlangsung, ditandai oleh sejumlah protes, petisi, peringatan dari puluhan civitas academica di seluruh penjuru tanah air, tentang arti penting kesadaran membangun: Pemilu yang netral, jujur dan adil, untuk menjaga marwah Pemilu, dan menjamin proses demokrasi berjalan benar, dan tidak di “cawe-cawe” oleh kekuasaan yang punya kecendrungan salah guna.
Dalam konteks ini, menarik pernyataan Prof.Sulistyorini pakar hukum UI yang mendalami anthropologi hukum yang menyatakan, ada upaya dari sekelompok orang untuk membangun KESADARAN PALSU, yang berbasis narasi kebohongan dan pembodohan publik. Banyak pengamat bersetuju dengan pendapat ini, menyimak fenomena sosial, menyebut beberapa: masa gelap masa lalu yang ingin dicoba dikaburkan melalui narasi rekayasa untuk “diputihkan”, politik dinasti yang anti demokrasi dicoba dicarikan rasionalitas untuk dicarikan pembenaran, proyek yang terang benderang merusak lingkungan, menelan dana Rp.108 T, perencanaan yang gegabah, dengan dugaan korupsi jumbo, dengan tanpa rasa malu, dengan pembelaan model pokrol bambu, dicoba (secara tertatih-tatih) untuk disajikan pembenarannya ke publik. Kesadaran palsu, yang melawan fakta, etika dan tidak lagi mengenal rasa malu. Dalam fenomena penyakit sosial akut ini, rekayasa kesadaran palsu, kepemimpinan dengan nurani (leadership by consience) sangat penting untuk dilahirkan di hari H pencoblosan 14 Februari 2024, lima hari ke depan.
Kepemimpinan nurani yang bercirikan, pertama, kepemimpinan yang telah terbukti berbasis rekam jejak, punya karakter dan kepribadian kuat, yang tidak tergoda melakukan korupsi dan “dasa muka” salah guna kekuasaan. Menyebut beberapa: tidak melakukan pelanggaran HAM berat, tidak menggunakan isu SARA dalam kompetisi politik. Kedua, prestasi dan kinerjanya di masa lalu, yang berasal dari kebijakannya (yang merupakan PERPANJANGAN BATIN DAN NURANINYA), telah menunaikan amanah publik: konsisten dalam pembrantasan korupsi, memihak kepentingan “wong cilik”: pendidikan pro orang miskin, peduli bagi petani dan nelayan,empati bagi kaum perempuan dan masyarakat disabilitas. Ketiga, karena karakter dan rekam jejaknya pada butir satu dan dua di atas, mampu merumuskan gagasan cerdas nan meyakinkan untuk lima ke depan, berangkat dari spirit nurani diri, yang telah publik lihat dan rasakan dalam perjalanan pengabdian mereka.

Baca Juga :
Rayakan 100 tahun, Gucci gelar pameran di Gucci Garden

I Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku bertema Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.

Leave a Comment

Your email address will not be published.