Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ngurah Suastika dalam sidang putusan di PN Gianyar, Senin (29/4).
Majelis Hakim memberikan Vonis pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan kepada Dua Terdakwa Penyerobot Lahan Disabilitas, Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ngurah Suastika dalam sidang putusan di PN Gianyar, Senin (29/4). Penyandang disabilitas selaku korban penyerobotan lahan Dewa Nyoman Oka alias Dewa Koming turut hadir menyaksikan persidangan.
Hakim ketua Dewantoro dengan dua anggota, IB Ari Suamba dan Wawan Edi Prastiyo membacakan amar putusan secara bergantian. Ada lima poin yang menjadi pokok putusan. “Bahwa, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan permufakatan jahat menggunakan surat palsu,” ujar hakim Dewantoro dihadapan sidang yang dihadiri para kerabat korban.
Terdakwa dinyatakan melanggar pasal pasal 263 ayat (2) KUHP jo pasal 88 KUHP. “Dua, menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan,” tegasnya. Tiga, menetapkan masa hukuman dikurangi masa hukuman. Empat, terdakwa tetap dalam tahanan. Lima, bukti berupa surat keterangan dikembalikan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dan enam, membebankan biaya perkara sebesar Rp 5 ribu.
Setelah membacakan putusan, hakim langsung bertanya kepada kedua terdakwa. Keduanya langsung berkonsultasi singkat kepada kuasa hukum mereka. Melalui kuasa hukumnya, dua terdakwa langsung menyatakan banding. Sedangkan, JPU yang menuntut dua terdakwa 3 tahun, 6 bulan, menyatakan pikir-pikir.
Sementara itu, usai sidang, pengacara korban, Made Somya Putra, menghargai putusan hakim sebagai bentuk kebijaksanaan. “Kami akan terus mencari keadilan bagi klien kami. Kedepan, diharapkan Penyandang disabilitas tidak lagi dimanfaatkan untuk suatu kepentingan bisnis dengan cara melanggar hukum dan tidak manusiawi,” pintanya.
Mengenai upaya banding yang dilakukan terdakwa, pihaknya menyerahkan mekanisme kepada kejaksaan, apakah banding atau tidak.
Sedangkan, kerabat korban, Dewa Putu Sudarsana, berterima kasih banyak atas dukungan semua pihak sehingga hakim memutus bersalah para terdakwa itu. “Ini perlu mendapatkan atensi tidak saja dari keluarga, namun masyarakat luas. Ini menjadi pelajaran bagi masyarakat luas. Ini contoh, putusan ini contoh, termasuk bagi aparat desa. Mudah-mudahan ini jadi titik terang bagi korban, khususnya Dewa Nyoman Oka sebagai penyandang disabilitas,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, kasus itu bermula ketika terdakwa membuat surat sporadik prona sehingga keluar sertifikat atas nama terdakwa di atas tanah 5.000 meter persegi di Banjar Tarukan Kaja, Desa Pejeng Kaja, Kecamatan Tampaksiring pada 2013 lalu. Padahal, tanah itu dimiliki dan ditempati oleh Dewa Koming yang notabena disabilitas bisu tuli dan kedua orang tuanya meninggal dunia. (hidayat)