Ilustrasi
Balinetizen.com, Jakarta
Pencabuatan 4 IUP Nikel di Raja Ampat, memberikan indikasi awal Presiden Prabowo berupaya menjauh dari cengkeraman kekuatan oligarki, karena selama ini, kekuatan oligarki nyaris tidak tertandingi, dan de facto sangat menentukan keputusan pengelolaan tambang.
Hal itu dikatakan Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi pembangunan, Rabu 11 Juni 2025.
Menurutnya, ini sebuah “good news” buat kepentingan publik, karena dalam kasus PSN PIK Dua dan pagar laut 30 km di Tangerang, publik memperoleh kesan, pemerintah terlalu didikte oleh oligarki. Persepsi publik yang telah berlangsung dalam 10 tahun terakhir.
Dikatakan, Publik nyaris tidak percaya dalam pengelolaan tambang dalam 10 tahun terakhir, akibat dari: revisi UU Minerba tahun 2020 yang memanjakan pemegang HPH dan HGU.
“Dengan Revisi UU ini, HPH yang semestinya kembali ke negara, diperpanjang hak pengelolaannya, yang tadinya 50 tahun, sekarang menjadi 99 tahun. Kesempatan emas pengelolaan tambang untuk kemakmuran rakyat sebanyak-banyaknya, sesuai amanat konstitusi, batal. Publik kecewa,” kata Jro Gde Sudibya.
Menurutnya, terbitnya UU Cipta Kerja tahun 2022 yang dipaksakan, menafikan etika penyusunan UU yang lazim, tanpa partisipasi publik yang bermakna, memberikan karpet merah pada investor, termasuk pemegang HPH. Persyaratan pembuatan Amdal diperlonggar dan dipermudah, menguntungkan investor, punya potensi besar merusak lingkungan.
Dikatakan, pencabutan 4 izin IUP Penambangan Nikel di Raja Ampat, memberikan indikasi, ke depan, Presiden Prabowo akan lebih punya perhatian dan komitmen dalam penentuan proyek yang bersahabat dengan lingkungan – enviromental friendly devolopment-.
“Ini merupakan pilihan berani, cerdas dan bijak untuk menyelamatkan alam Indonesia ke depan. Kita tidak bisa membayangkan kerusakan alam negeri ini ke depan, jika etika lingkungan dalam pembangunan diabaikan,” katanya.
Dikatakan, langkah Presiden yang memberikan harapan ke publik. Semoga Presiden Prabowo benar-benar menunaikan janjinya, dan punya keteguhan dalam menjalankan komitmen kepemimpinannya. Jalan terjal yang tidak mudah, bukan berarti tidak mungkin.
Jurnalis Nyoman Sutiawan