Oleh : Jro Gde Sudibya
Diberitakan Kompas, 11 Oktober 2025, pejuang demokrasi Venezuela Machado (58) meraih Nobel perdamaian 2025, karena keberanian perjuangannya melawan pemerintahan otoriter di negerinya. Pada saat pengumuman Nobel dilakukan, Machado berada di tempat persembunyian, karena risiko penangkapan dan pemenjaraan. Peruangannya melawan pemerintahan otoriter di negeri ini telah berlangsung lebih dari dua dasa warsa, pemerintahan otoriter dengan janji-janji sosialisme untuk kepentingan rakyat. Pemerintahan otoriter yang sarat paradoks.
Ketua Komite Nobel Norwegia dalam pengumuman Nobel Perdamaian berucap: “Ketika para otoriter merebut kekuasaan, penting untuk mengakui keberanian para pembela kebebasan yang bangkit dan melawan”.
Seorang pengamat internasional berpendapat: “Nobel kali ini adalah pesan halus kepada rezim-rezim otoriter di seluruh dunia bahwa dunia tidak tutup mata pada represi”.
Pemberian hadiah Nobel Perdamaian selalu menjadi perhatian publik internasional, di tengah fenomena umum kehidupan yang diwarnai oleh: kemerosotan tajam demokrasi, korupsi kekuasaan massif yang meluluhlantakkan lingkungan hidup, ketidak-adilan yang menghina kemanusiaan, pesta pora korupsi di tengah puluhan juta orang miskin yang papa, yang tidak lagi tahu, menjelang tidur malam, makan apa besok pagi buat keluarga dan anak-anaknya. Lanskap dunia yang tidak adil, bersamaan dengan sikap kenegarawanan yang nyaris sirna, termasuk di AS yang di masa lalu menjadi kampiun negara demokrasi.