Kementerian Pendidikan Jangan Dipertaruhkan

Mendikbud Nadiem Makarim

 Balinetizen.com, Jakarta-

Pandemi Covid-19 membuat jalannya pemerintahan terpontang-panting. Isu Reshuffle kabinet pun meroket. Meskipun itu hak prerogatif presiden tapi pendapat publik harus dipertimbangkan. Terutama yang menyangkut dunia pendidikan.

Selain sektor kesehatan masyarakat yang dihantam secara hebat sehingga pemerintah harus mengubah APBN dan berbagai kebijakan turunannya, pandemi Covid-19 tak kalah ganasnya menyerang sektor ekonomi dan pendidikan.

Menurut Adhie M Massardi, yang paling berat mengatasinya dan tak banyak orang memperhatikan adalah dampak Covid-19 terhadap dunia pendidikan.

“Berbeda dengan sektor ekonomi yang sejak sebelum pandemi sudah bermasalah, dampak Covid-19 di dunia pendidikan terhadap anak (didik) bangsa baru akan terasa 5-10 tahun ke depan,” kata jubir presiden Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) ini kepada wartawan saat diminta komentarnya soal memanasnya isu reshuffle kabinet hari ini.

Kata Adhie, untuk mengatasi Covid-19 di sektor kesehatan tidak terlalu sulit. Sudah ada UU-nya, juga protokol kesehatan, ada juga formula bakunya yang diperkuat oleh badan kesehatan dunia (WHO). Demikian juga di sektor ekonomi. Tinggal bikin kebijkan fiskal dan moneter yang sesuai. Termasuk subsidi dan relaksasi pajak.

Tapi untuk dunia pendidikan, jalan keluarnya bukan sekedar mengubah metoda belajar dari sistem tatap muka menjadi PJJ (pendidikan jarak jauh). Harus ada rancangan kurikulum khusus untuk itu. Dan merancang kurikulum penddikan bukan pekerjaan satu-dua hari.

Itu sebabnya salah satu inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini meminta Presiden Joko Widodo untuk berpikir ulang jika ada keinginan me-reshuffle Kemendikbud.

“Saya melihat Mendikbud Nadiem Makarim sudah merancang berbagai program pendidikan yang tampaknya inovatif, dan harus segera dilaksanakan untuk mengejar ketertinggalan akibat selama pandemi yang sudah memasuki tahun kedua, cukup mengganggu kelancaran belajar-mengajar di sekolah, terutama di daerah,” katanya.

Baca Juga :
Partai Berkarya dukung sikap pemerintah terkait FPI

Dalam konteks program yang dibuat Nadiem, saya sependapat dengan pandangan Rocky Gerung. Perlu mendapat support semua elemen masyarakat. Terutama konsep “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka”.

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia sedang memasuki era disrupsi pendidikan. Dan Nadiem telah melakukan berbagai terobosan selain lewat Program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, beberapa program sudah berjalan dan mendapat respon positif adalah: Program Guru Penggerak, Program Organisasi Penggerak, Program Sekolah Penggerak, dan beberapa lagi lainnya.

Selama puluhan tahun, pendidikan Indonesia tidak pernah mengalami perbaikan. Indonesia sudah jauh tertinggal dibandingkan negara lain. Skor PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia sekarang nomer 6 terendah di dunia.

Itu sebabnya, menurut Adhie Massardi, mengganti Nadiem adalah pilihan buruk karena akan menggagalkan visi presiden sendiri. Katanya, Presiden tidak butuh birokrat yang bekerja serial. Joko Widodo  butuh lompatan buat mengejar ketertinggalan.

“Kalau memang benar itu keinginan Presiden, maka jangan pertaruhkan kementerian pendidikan. Kalau memang Presiden mau gabungkan Riset dan Teknologi ke Kemendikbud, tinggal cari wakil menteri yang punya pola pikir sama sebagai tandemnya untuk ristek yang sejalan,” pungkas Adhie Massardi.

Leave a Comment

Your email address will not be published.