Para mahasiswa bentrok dengan polisi dalam unjuk rasa di Jakarta, 25 September 2019. (Foto: Antara/Reuters)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto memperingatkan pelajar dan mahasiswa yang berdemonstrasi di depan gedung MPR/DPR untuk tidak mencoba menggagalkan pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 1 Oktober.
Balinetizen.com, Jakarta
Dalam jumpa pers di kantornya, Senin (30/9), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto memperingatkan pelajar dan mahasiswa yang berdemonstrasi di depan gedung MPR/DPR untuk tidak mencoba menggagalkan pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hasil Pemilihan Umum April lalu.
Pelantikan anggota DPR dan DPD untuk periode 2019-2024 ini dijadwalkan berlangsung hari Selasa ini (1/10).
Wiranto mengungkapkan pemerintah akan menerjunkan aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mengantisipasi segala kemungkinan. Dia menyerukan kepada semua masyarakat untuk tetap tenang dan melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti biasa.
“Tapi juga kita peringatkan jangan bertindak anarkis. Jangan sampai mengganggu pelaksanaan pelantikan DPR RI yang merupakan amanat konstitusi, yang merupakan amanat dari pemilihan langsung oleh rakyat,” kata Wiranto.
Menurut Wiranto, pemerintah dan pihak keamanan memperkirakan akan kembali terjadi unjuk rasa di depan gedung MPR/DPR yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat.
Dia menekankan demonstrasi atau menyampaikan pendapat di muka umum memang diizinkan dan diatur oleh undang-undang. Meski demikian syarat-syarat untuk berdemonstrasi sangat ketat. Demonstran, ujarnya, harus memberitahu pihak keamanan tentang di mana dan kapan unjuk rasa akan dilakukan, berapa jumlah peserta, dan akan berlangsung mulai jam berapa hingga pukul berapa.
Masalahnya saat ini, klaim Wiranto, demonstrasi yang terjadi di depan gedung MPR/DPR dan berbagai daerah adalah unjuk rasa yang anarkis, melanggar aturan, menyerang petugas keamanan, dan merusak fasilitas umum. Dia menegaskan tindakan-tindakan tersebut bukanlah sebuah demonstrasi tapi suatu gerakan kerusuhan.
Karena itu, dia berharap mahasiswa dan pelajar yang berunjuk rasa tidak bertindak anarkis karena akan merugikan banyak pihak.
Unjuk rasa ini sudah berjalan dua pekan. Tidak hanya terjadi di Jakarta, demonstrasi oleh mahasiswa berlangsung pula di berbagai kota, seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Kendari. Dalam aksinya mereka menuntut agar DPR membatalkan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang seperti RUU KUHP dan Pemasyarakatan.
Sebagian unjuk rasa itu berakhir dengan bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Sejauh ini sudah tiga orang tewas akibat kericuhan, terdiri dari dua mahasiswa dan satu pelajar sekolah menengah kejuruan.
Sementara itu, dalam rapat paripurna di gedung DPR/MPR, Jakarta, DPR menyepakati penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, RUU pertanahan, RUU minerba, RUU pengkoperasian dan RUU pengawasan obat dan makanan. RUU tesebut ditunda dan dilanjutkan pembahasannya pada periode 2019-2024.
Arief menilai pemerintah dan DPR tidak memiliki komitmen soal memenuhi tuntutan dari masyarakat. Hal ini akan memberikan dampak.
“Soal kepercayaan publik dan soal demokrasi. Ini kan alarm, (apakah) Jokowi mau mendengarkan alarm itu atau membiarkan,” ujar Arief. (fw/em) (VOA)