“Itu KPU, persyaratannya ada di PKPU, ya,” kata Tjahjo, di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa.
Usulan yang sebelumnya juga disebutkan KPK agar eks narapidana koruptor tidak bisa mencalonkan diri kembali ini, menurut Tjahjo, masih sangat terbuka untuk masukan dari semua pihak.
“Semua bisa memberikan masukan, akan kami akomodir, akan kami bahas bersama. Karena yang menentukan kepala daerah, bisa satu partai atau gabungan partai politik, bisa independen, ya track record itu kan aturannya harus jelas, harusnya diumumkan oleh KPU, yang menyelenggarakan kan KPU,” kata dia lagi.
Mengenai rekam jejak atau “track record”, Tjahjo memberikan contoh kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kembali terjerat korupsi. Ia menyayangkan bagaimana masyarakat luput akan rekam jejak bupati tersebut yang sudah dua kali terlibat korupsi.
“Kayak kasus Kudus. Kan banyak orang yang nggak tahu. Di jabatan yang sama, ada masalah yang sama, tapi kok dia lolos dari verifikasi KPU, dari parpol yang mencalonkan,” ujar Tjahjo.
“Soal tahu nggak tahu kan bukan urusan Mendagri, itu kan kewenangan apakah dia independen atau tidak, termasuk masyarakat yang memilih, orang kasusnya di Kudus ya terpilih di Kudus,” kata dia menambahkan.
“Revisinya ya menunggu pelantikan anggota DPR yang baru, ya,” kata dia lagi.
Sebelumnya, KPU mengatakan kesiapannya untuk melakukan perubahan terhadap Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan, untuk memasukkan pelarangan eks koruptor untuk kembali maju sebagai kepala daerah.
Usulan ini juga disampaikan oleh KPK. KPK meminta partai politik agar tidak kembali mencalonkan orang yang punya rekam jejak buruk untuk Pilkada 2020. (Antara)