Dua puluhan siswa-siswi peserta tur berfoto di GKP Kampung Sawah, Selasa (30/4) siang. Mereka mengunjungi 5 rumah ibadah dan mengenal ajaran agama yang berbeda. (Foto: VOA/Rio Tuasikal)
Kampung Sawah di Bekasi, Jawa Barat, dikenal sebagai kampung toleransi. Baru-baru ini kelompok anak muda berkeliling kampung tersebut guna meneladani nilai-nilai keberagaman.
Semangat dua puluhan siswa-siswi SMA ini tidak surut meski siang terik menerpa Kampung Sawah. Siang itu, peserta dari berbagai agama ini mengunjungi rumah-rumah ibadah dan bertemu para pemimpin agama.
Tiga rumah ibadah hadir berdampingan di Jl. Raya Kampung Sawah. Masjid Agung Jauhar Yasfi, gereja GKP Kampung Sawah, dan gereja paroki St. Servatius, membentuk apa yang warga setempat sebut “segitiga emas”.
Seorang peserta muslim, Nadya Risma, mengaku terkesan dengan perjalanan ini. Dia mengaku baru pertama kali melihat isi gereja.
“Kesan pertamanya oh gini toh gereja tuh. Oh begini cara ibadahnya. Oh begini sejarah-sejarahnya,” ujarnya kepada VOA di lokasi tur.
Di masing-masing rumah ibadah, para peserta belajar langsung sejarah rumah ibadah dan sepintas ajaran agama tersebut. Tak lupa, para pemuka agama juga mengedepankan kisah-kisah kebersamaan warga Kampung Sawah yang lintas-agama. Misalnya, gereja dan masjid saling menyediakan lahan parkir ketika ada hari raya keagamaan. Rumah-rumah ibadah ini juga saling mengatur volume pengeras suara ketika ada adzan di hari raya Kristen.
Uniknya lagi, silaturahmi warga Kampung Sawah dibalut corak budaya Betawi yang kental. Anak-anak belajar pencak silat, sementara budaya berbalas pantun terus dilestarikan dalam hari-hari besar. Baju koko dan kopiah pun, yang khas Betawi, menjadi pakaian umum bagi warga dari agama apapun.
Mendengar itu semua, Nadya mulai memahami apa itu toleransi di Kampung Sawah.
“Toleransi di Kampung Sawah itu kayaknya saling menghargai banget. Di sini kan ada tiga tempat ibadah yang berdampingan. Tadi dikasih tahu sejarah-sejarahnya. Wah, mereka bisa jaga toleransi,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan peserta Kristen Protestan, Renata Yufian, yang mengatakan telah mempelajari banyak hal baru.
“Sebenarnya sih awalnya ikutnya karena dipaksa ya. Tapi setelah ikut ternyata bisa menambah pengalaman, ya wawasannya jadi lebih luas,” ujarnya yang mengaku terkesan dengan tempat ibadah agama lain.
Selain tiga rumah ibadah itu, mereka juga mengunjungi Vihara Tridharma Pondok Gede dan Pura Satya yang semuanya di sekitar Kampung Sawah.
Tur Kampung Sawah Berupaya Tanamkan Toleransi
Tur budaya ini sangat baik untuk menanamkan jiwa kebersamaan, ujar Wakil Ketua Dewan Paroki Servatius, Mathius Nalih Ungin, yang menyambut anak-anak ini di gereja katolik.
“Artinya dalam kondisi yang semuda ini sudah diajak untuk tur budaya dan religi. Karena masing-masing bisa mengunjungi tempat-tempat ibadah dari masing-masing agama khususnya yang ada di Kampung Sawah,” ungkapnya saat menyambut para peserta.
Rahmaddin Afif, tokoh Islam yang juga pengurus masjid Jauhar Yasfi, mengatakan nilai toleransi harus ditanamkan kepada kelompok muda. Sebab, mereka adalah generasi penerus.
“Tanamkan bahwa semua kita adalah sebangsa dan setanah air itu bersaudara. Itu saja pesan kita,” ujarnya selepas menyambut para peserta di masjid.
Penyelenggara tur, Koko Jali dan Yakoma PGI, berharap tur ini bisa jadi ruang perjumpaan antara jemaat di akar rumput. Sebab selama ini toleransi beragama biasanya dilakukan di level tokoh agama.
“Yang harus dilakukan itu bukan hanya tokoh-tokoh agamanya. Kalau tadi kita banyak ngobrol dan lihat, mereka selalu bilang tokoh-tokoh agamanya saja yang ketemu. Tapi jarang sekali jemaatnya untuk saling bertemu. Nah makanya ini bagian Kecil untuk terus dilestarikan,” ujar Max Andrew, panitia acara.
Wisata toleransi di Kampung Sawah sebelumnya sudah digelar dua kali untuk masyarakat umum. Ke depan, kunjungan ke rumah ibadah ini akan diperluas ke kota-kota lain di Jabodetabek.
“Wisata toleransi ke depan akan terus kita lakukan di sekitar simpulnya Jabodetabek. Kita ingin tunjukkan bahwa tiap sudut-sudut Jakarta, Bogor, Tangerang itu punya sudut-sudut damai,” jelasnya.
Dalam Indeks Kota Toleran 2017 dan 2018, kota-kota di Jabodetabek kerap mendapat nilai buruk. DKI Jakarta, Bogor, dan Depok masuk dalam kluster bontot nomor 4. Kota Bekasi membaik ke kluster 3 setelah sebelumnya di kluster 4. Dua gereja yang ditutup pemerintah kota karena tekanan kelompok intoleran ada di kawasan ini, yakni HKBP Filadelfia di Bekasi dan GKI Yasmin di Bogor. [rt/em]
Sumber : VOA Indonesia