Made Somya Putra, SH, MH dan Korban I Dewa Nyoman Oka alias Dewa KomingÂ
Balinetizen, Gianyar
Setelah dibacakannya tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Perkara tindak pidana menggunakan Surat Palsu dan menempatkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dalam persidangan dalam Perkara pidana nomor : 19/PID.B/2019/PN.GIN atas nama Terdakwa Dewa Ketut Oka Merta dan Terdakwa I Dewa Nyoman Ngurah Swastika dengan tuntutan 3,5 tahun Penjara dalam Sidang Pidana Penyerobotan hak atas tanah penyandang disabilitas di PN Gianyat, Kamis (18/4/2019).
Kuasa hukum Korban I Dewa Nyoman Oka alias Dewa Koming I Made Somya Putra, SH, MH., sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum yang telah membuktikan dakwaannya sebagai mana fakta persidangan telah terungkap bahwa perbuatan kedua Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana menggunakan Surat Palsu dan menempatkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP ayat 1 dan 2 Jo. Pasal 88 KUHP.
“Namun baik Korban I Dewa Nyoman Oka beserta segenap pihak kelluarga sebenarnya masih kecewa atas tuntutan Jaksa Penuntut umum yang tidak menuntut Para Terdakwa secara maksimal, namun kami menghargai tuntutan Jaksa Penuntut umum tersebut sebagai upaya dan kinerja Jaksa Penuntut umum yang telah berusaha membuktikan dakwaannya karena kami mempercayakan hal tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah kami saksikan bekerja seprofesional mungkin untuk membuktikan dakwaannya, sehingga kami menilai Terdakwa Dewa Ketut Oka Merta dan Terdakwa I Dewa Nyoman Ngurah Swastika patut untuk dihukum maksimal oleh Majelis Hakim,” terang I Made Somya Putra.
Menurutnya, Hal-hal yang sangat memberatkan kedua terdakwa sehingga patut untuk dihukum maksimal oleh Majelis Hakim adalah selalu berbelit-belit dalam memberikan keterangan serta cenderung mempersulit proses pengungkapan fakta-fakta materiil di persidangan dan tidak pernah menyesali perbuatannya bahkan justru telah berupaya melakukan rangkaian kebohongan dengan menggunakan dalil-dalil yang mengada-ada dengan melakukan gugatan perdata dengan maksud menghindar dari jeratan hukum.
Perbuatan kedua terdakwa adalah perbuatan yang sangat sistematis dan terstruktur yang dilakukan oleh seorang intelektual dengan cara memanfaatkan kondisi korban Dewa Nyoman Oka selaku penyandang disabilitas dan memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam pengajuan pensertifikatan tanah melalui program pertanahan nasional (PRONA). “Para Terdakwa tidak pernah jera dalam mengorbankan Korban Dewa Nyoman Oka padahal dari pihak pelapor dan keluarga Dewa Nyoman Oka sudah berusaha untuk mengambil jalan kekeluargaan,” tambah Somya.
Korban Dewa Nyoman Oka mengalami kerugian materiil dan immateriil akibat disertifikatkannya tanah miliknya dengan cara membuat surat sporadic yang isinya Palsu, Melakukan tekanan Psikologis kepada Korban I Dewa Nyman Oka, dimana sampai saat ini, tanah milik korban Dewa Nyoman Oka dengan sertifikat atas nama Para Terdakwa yang lahir dari perbutan melawan hukum tidak bersedia untuk dibatalkan.
“Kami berharap kepada Majelis Hakim yang menangani Perkara ini membuat tindakan progresif untuk sebuah keadilan dengan menghukum MAKSIMAL terhadap Terdakwa Dewa Ketut Oka Merta dan Terdakwa I Dewa Nyoman Ngurah Swastika dengan didasarkan pada pertimbangan tersebut. kami percaya akan hati nurani Majelis Hakim Pengadilan negeri Gianyar dalam memutus perkara ini, namun kami tetap akan meminta pengawasan atau atensi dari mahkamah agung dan pengadilan tinggi terhadap kasus ini agar tidak terjadi manuver hukum yang menciderai hukum dan keadilan,” pungkasnya. (hidayat)
Editor : Sutiawan